Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]
Home » » Indonesia Dalam Kehancuran atau Malaysia Dalam Kebangkitan ??

Indonesia Dalam Kehancuran atau Malaysia Dalam Kebangkitan ??



Assalamualaikum wr. wb
Salam sejahtera untuk kita semua, hari ini, Rabu, 23 Januari 2017 saya sedang berada di perpustakaan Pemkab Karimun. Sengaja saya datang ke sini hanya untuk mengambil wifi gratis, tapi bukan itu tujuan utama saya. Tujuan saya ialah ingin menanggapi isu nasional yang sedang panas dan berkembang saat ini, isu ini saya kira perlu di kaji dari berbagai sudut pandang

Tulisan ini pun sebenarnya juga berangkat dari acara TV 1 Malaysia yang disiarkan pagi tadi, judulnya Dialog Perdana Menteri TN50. Dimana Najib Tun Razak Menjadi narasumber pada forum yang dihadiri mahasiswa Malaysia dari berbagai suku dan etnis. Sayang sekali saya tidak dari awal menontonnya tetapi apa yang saya tangkap dari hasil dialog mahasiswa bersama pemimpin negaranya tersebut sudah bisa saya ambil kesimpulannya. Bahwa di tahun 2050 Malaysia harus bertransformasi menjadi negara yang lebih baik dari sebelumnya mulai dari segi Ekonomi, Teknologi, Pendidikan, Sosial, dan Persatuan (identitas bangsa).

Akhirnya yang bisa saya dengar mereka membahas tentang Pendidikan, Sosial dan Persatuan yang terjadi di negara itu dan bagaimana implementasinya ke depan pada tahun 2050. Saat menyinggung masalah pendidikan, salah satu mahasiswi keturunan Syam-Thailand mengatakan saat ini warga Bumiputra (Melayu) seperti selalu menjadi prioritas dari pada etnis/suku lain untuk mengenyam pendidikan, diskriminasinya terlihat dalam hal menempuh pendidikan Perguruan Tinggi. Baru-baru ini telah ada ketegangan antara Nasionalis-Melayu dengan sekolah yang ingin menerapkan bahasa inggris sepenuhnya. Mereka mengkritik akibat penggunaan bahasa melayu yang kurang dominan dikuasai oleh anak-anak keturuanan Tiongha.

Belum lagi isu sosial dan politik, dimana Pribumi sulit melebur menjadi satu untuk terbentuk suatu jati diri bangsanya yang kokoh. Kasus sosial-politik Malaysia tersekat menurut garis etnis. Sampai hari ini, bumiputera selalu menjadi anak emas, kelompok kesayangan dalam menikmati peluang modernisasi. Hubungan antarentnis di Malaysia jauh lebih rentan konflik lantaran pemingggiran etnis non-Melayu di Malaysia. "Nasionalisme” di Malaysia bermakna nasionalisme demi kepentingan Melayu.

Ada pernyataan menarik dari Direktur Merdeka Pusat. "Muslim di Malaysia tidak Monolitik (kesatuan terorganisasi), mereka menganggap banyak ide-ide politik yang berbeda". Kata Ibrahim yang saya kutip dari Malay Mail Online.

Bahkan media online Malaysia tersebut memberi judul begitu pesimis "Berkurang Penduduk Cina Pertanda Buruk Bagi Ekonomi dan Bangsa". Masalah sosial mempengaruhi semuanya, ekonomi dan tak terkecuali agama. Tren pelaksanaan hukum dan praktik islam juga menjadi indikator dalam penyusutan populasi non-Muslim.

Lalu apa kaitannya dengan kondisi Indonesia saat ini?
Menurut saya simpel saja, Malaysia ingin mencontohi negara kita. Sadar atau tidak negara kita sudah menjadi model percontohan oleh negara lain dalam membentuk jati diri bangsa dengan bersemangatkan nasionalisme yang tinggi.

Jika membahas nasionalisme maka tidak lepas dari persatuan. Sendiri saja memiliki nasionalisme maka belum timbul nasionalisme. Karena nasionalisme adalah konsep bersama demi terwujudnya cita-cita yang bersama pula. Dengan cara seperti inilah yang ingin saya sampaikan kepada para pembaca yang budiman. Bahwa kita harus bangga dengan para pendahulu kita. Dimana ketika Malaysia hari ini sibuk dengan membangun persatuannya, kita sudah lebih dulu memikirkannnya. Terbukti Pancasila merupakan hasil dari rumusan berbagai orang hebat seperti Ir. Soekarano, Moh. Hatta, Moh. Yamin, dan lain-lain.

Kini, mari kita lihat bangsa kita sekarang. Rasanya tepat kalau saya bilang ini adalah titik awal dari kehancuran Republik Indonesia. Jika Uni Soviet berganti nama menjadi Rusia akbiat pecahnya daerah yang membentuk negara-negara kecil, maka Republik Indonesia akan menjadi Negara Republik Jawasia, Negara Republik Papua Merdeka, dan Kesultanan Riau-Lingga (Bergabung bersama Malaysia). Jangan menyepelekan hal ini, suatu saat bisa saja terjadi bila masalah hari ini yang begitu rumit dan berakar tidak diselesaikan secara holistik.

Saya tidak ingin membahas Ahok, Habib Rizieq, lalu kasus penodaan bendera yang bertuliskan tauhid. Yang jelas saya ingin sampaikan bahwa negara ini, negara Indonesia sudah hampir hancur akibat perilaku rakyatnya sendiri. Narkoba, LGBT, KKN, Kekerasan anak, dan Isu Agama -sudah lama mati suri- Kini bangkit kembali dengan bungkus baru. Semua itu adalah bagian dari hasil buah tangan kita rakyat Indonesia. Memang puncanya ialah dari hasil pemikiran kelompok-kelompok asing yang memang ingin memporak-porandakan nusantara ini.

Hidup itu keras, ya memang keras, slogan tersebut sangat saya sukai. Apalagi korelasinya dengan bangsa ini, mau tidak mau suka tidak suka negara ini akan selalu berjuang, entah itu menjadi pemenang atau pecundangan, serangan-serangan besar harus siap kita hadapi di tengah persaingan perebutan kebutuhan energi di masa depan. Dan hal tersebutlah menjadi dasar pemikiran bangsa besar untuk menguasai indonesia yang kaya akan SDA-nya.

Kenyataan pahit sulit saya terima, ternyata rakyat indonesia tidak siap. Tidak cukup dewasa dalam menghadapi isu sebesar ini. Wajar, barangkali dengan usia yang belum sampai 100 tahun perlu beberapa revisi dari UU dan sistem dalam bernegara. Amerika saja haus melewati 100 Tahun baru bisa maju. Maju dalam berfikir dan bertindak.

Lalu, seharusnya dengan lebih duluan mengadopsi pemikiran "Bhineka Tunggal Ika" dari pada Malaysia, maka pemikiran yang timbul saat ini adalah lebih maju lagi. Yakni meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat Indonesia - Isi Pembukaan UUD 1945.

Dengan fakta yang ada sekarang seolah kita kembali lagi ke zaman kemerdekaan, untung saja saat itu ada sosok karismatik yang dapat menghipnotis seluruh rakyat Indonesia agar kembali bersatu melawan segala bentuk ancaman. Siapa lagi kalau bukan Ir. Soekarno, bapak sang orator ulung.

Akhirnya, tidak sabar lagi menunggu tahun 2045 hadir dan menyambut saya, menyambut dengan generasi emasnya indonesia. Dimana Indonesia sudah lebih duluan maju dalam segala bidang ketimbanng negeri Jiran. Atau malah sebaliknya ?? Negara kita yang tertinggal, dan di tahun 2050 mereka sudah lebih siap, lebih matang, lebih dewasa dalam menghadapi permasalahan yang begitu besar.


"Muslim di Malaysia tidak monolitik; mereka menganggap banyak ide-ide politik yang berbeda, "kata Ibrahim Malay Mail Online - See more at: https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&u=http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/dwindling-chinese-population-bodes-ill-for-nation-and-economy-analysts-say&usg=ALkJrhg10Adn5ITpj7OEuzACys5eWN5eCg#sthash.9W5J1zSO.dpuf
"Muslim di Malaysia tidak monolitik; mereka menganggap banyak ide-ide politik yang berbeda, "kata Ibrahim Malay Mail Online - See more at: https://translate.googleusercontent.com/translate_c?depth=1&hl=id&prev=search&rurl=translate.google.com&sl=en&sp=nmt4&u=http://www.themalaymailonline.com/malaysia/article/dwindling-chinese-population-bodes-ill-for-nation-and-economy-analysts-say&usg=ALkJrhg10Adn5ITpj7OEuzACys5eWN5eCg#sthash.9W5J1zSO.dpuf

0 komentar: