Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]

Dari Kayu Tak Berharga Menjadi Aset Yang Bernilai


Meski terlambat hingga 2 kali, terpenting semangat itu hadir dalam diri ini seiring dengan kesempatan yang ada dalam setiap acara. Pertama waktu Mubes Keluarga Besar Alumni SMK N 1 Karimun (KBA SANESKA) dan ke dua Hari Ulang Tahun (HUT) SMK N 1 Karimun. Rasanya sama, tiba di acara setelah dimulai beberapa saat. Untuk selanjutnya, saya berjanji pada diri sendiri semoga akan datang tepat waktu. Semoga saja.

Ku fikir hal itu akan benar terwujud, sebab dalam waktu dekat ini KBA SANESKA akan menyudahi penantian 3 bulan dari tenggat waktu yang diberikan oleh forum. Hematnya, mengakhiri masa paceklik dari menyusun segala administrasi, visi misi, struktur dan job description pasca Mubes perdana yang dihelat pada hari Minggu tanggal 15 July 2018.

Teruntuk teman-teman yang merasa bagian dari Alumni SMK N 1 Karimun, sebagai pengurus dan secara pribadi melalui tulisan ini semoga kalian terpacu untuk hadir dan minimal memiliki tolak angsur dalam berkontribusi mensukseskan acara pelantikan nanti. Syukur alhamdulillah bila ingin memberi materi walau fisik tidak bisa terwakili.

Baiklah, sepertinya prolog ini terlalu panjang untuk seukuran kita yang notabane bukan hobby membaca atau "kutu buku".

Tanpa Kehadiran Murid
Tak ada gading yang tidak retak, begitu la ungkapan yang tepat untuk acara HUT SMK N 1 Karimun barusan. Mengapa ? Karena murid tidak tampak hadir kecuali para penari yang sehabis tampil mengisi bangku kosong dibelakang. Mungkin ada, tampaknya hanya beberapa saja yang bisa dikatakan pengurus OSIS. Syukur ada keterwakilan.

Kemudian, meski suasana tapak tilas lebih ditonjolkan. Kita juga harus menyadari bahwa usia yang kini telah beranjak 17 tahun, dan perayaan ulang tahun semacam ini bukanlah hanya untuk para alumni, bekas kepsek, guru dan TU saja. Melainkan seluruh komponen perlu dilibatkan, salah satunya murid-murid yang kini tengah mengikuti proses belajar mengajar.

Sedikit kecewa mereka tidak bisa ikut bercengkrama bersama para tamu yang hadir, padahal mereka kini menjadi tuan rumahnya. Akan tetapi, kekurangan ini pun bisa dimaklumi. Tidak perlu dipersoalkan, berfikir positif saja. Barangkali waktu yang harus dikejar oleh panitia dan toh, mereka masih punya banyak waktu untuk merayakannya. Beda halnya dengan kami, hanya sekali bahkan tidak pernah -sempat terlintas- untuk mengunjungi sekolah yang banyak sudah jasa yang dinikmati.

Emosional Kembali Terunggah
Supaya tidak dikatakan kacang yang lupa pada kulitnya. Maka akupun pergi untuk menghadiri acara ini yang ku fikir akan banyak alumni yang hadir, apalagi rindu dengan teman-teman yang pernah duduk sebangku dan sekelas.

Tapi, keadaan memaksa ku ingin berkata. "Seperti menunggu ayam jantan bertelur saja", yang tidak mungkin terjadi dalam hidup ini. Begitu pesimisnya aku mengharapkan kehadiran mereka. Mubes yang penuh intrik, intrupsi, argumentasi dan suasana politik wajib dimaklumi. Sebab itu bukan gaya SMK, harus benar seorang organisatoris yang menguasai medan laga. Tapi kali ini, acara ulang tahun bisa dikatakan acara yang sayang untuk dilewatkan. Di sinilah segala potensi rezeki itu tampak hadir atas suksesnya tali silaturahmi yang terjalin.

Ah sudahlah, ada baiknya aku asik solo saja. Sambil mendengar guyonan-guyonan guru yang membuat kami semua bernostalgia.

Lalu, kecewa ini pun akhirnya usai, berganti dengan senyuman dari beberapa teman seangkatan yang memanggil. Itu pun bisa dihitung, dengan kancing baju yang ku kenakan sekarang.

Setelah sampai di penghujung acara, tegur sapa dan salam hormat ku kepada guru tidak terelakkan. Kendati guru yang disalami jumlahnya banyak, tidak mengurangi rasa hormat pada mereka -supaya tidak dibilang kualat.

Tak terasa waktu begitu cepat, banyak sudah guru berganti. Yang lama keluar bertarung mencari posisi baru, yang lama aman dan nyaman dengan tetap berada di zonanya. Sudah 4 tahun lamanya putih abu-abu ke lepaskan dari tempat arena konon berkumpulnya para preman-preman kelas kakap ini.

Konotasi Yang Telah Usang
Sebagai arena bebas tinju, gulat dan kerap kali adegan smack down selalu menghiasi angkernya SMK N 1 Karimun. Sekolah ini harus dibersihkan dari hal ini. Sebab bukan eranya lagi kehebatan sesuatu di ukur melalui persaingan yang tidak sehat pada zaman millenial. Kini zamannya kompetisi dalam hal teknologi dan inovasi. Memamerkan intelektual dalam kancah yang setinggi-tingginya.

Keberhasilan 2 event yang telah dilaksanakan KBA dan para guru SANESKA saya anggap membawa angin segar. Perlahan-lahan jika terus dilanjutkan akan menguburkan konotasi yang telah terlanjur melekat ditelinga masyarakat.

Di samping itu, kondisi yang perlu dirubah dari sisi emosional murid. Prestasi membanggakan juga banyak diraih khususnya dalam kompetesi LKS dan akademik serta non akademik. Berikut beberapa yang bisa dilihat Raih Peringkat 4 di Kontes RobotBoyong Piala Futsal HPM-TBKJuara 2 Lomba Akustik.

Tidak sedikit pula, mereka juga mewakili Kabupaten Karimun hingga Provinsi KEPRI hanya karena memulai belajar dan berprestasi akademik maupun non akademik di SMK N 1 Karimun. Bahkan penulis pun merasakan bagaimana menjadi atlet badminton di O2SN Antar SMK se-Provinsi KEPRI yang diadakan di Tg. Pinang.

Pada akhirnya, kesohoran SMK N 1 Karimun kini telah tersebar ke seluruh penjuru Bumi Berazam sebagai pencetak tenaga kerja yang handal, dan itu modal baik dalam ikut serta membangun bangsa dan daerah pada bidang SDM seperti dicanangkan presiden Jokowi pada skala prioritas kebijakan tahun 2019.

Inspirasi Sang Pendiri
Terakhir, aku pun sepakat dengan Pak Dali, pendiri sekaligus kepala sekolah pertama. Kendati celotehnya banyak mengisahkan luka, pahit dan manisnya membangun SMK ini, dari mencari kayu yang tak berharga menjadi bangunan yang memiliki nilai jualnya.

Kini beliau pun berbangga, karena sekarang segala yang telah dibangunnya menjadi investasi penting bagi generasi mendatang, khususnya menjadi aset vital pemerintah Kabupaten Karimun. Inilah kami para Keluarga Besar SMK N 1 Karimun yang hanya bermula DARI KAYU TAK BERHARGA MENJADI ASET TERNILAI.

Kedudukan Ilmu Lebih Utama Dari Ibadah Bahkan Melebihi Harta

Ketika mencari rezeki, sering kali kita dilupakan dengan ilmu yang berada dalam rezeki tersebut. Sesungguhnya dalam rezeki, dan ibadah sekalipun terdapat beragam ilmu bermanfaat yang sayang dilewatkan tanpa kita disadari akan faedahnya.

Berikut narasi-narasi yang semoga saja membangunkan mood kita supaya lebih giat lagi dalam mengejar ilmu.

1. Ilmu merupakan warisan para Nabi, sedangkan harta itu merupakan warisan dari Qarun, Fir'aun dan Haman.

2. Ilmu akan selalu menjagamu, sedangkan engkau harus menjaga harta milikmu.

3. Jika ilmu diberikan (diajarkan) akan semakin bertambah, sedangkan harta bila diberikan akan semakin berkurang.

4. Orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia (alim, ulama, ahli ilmu, dll) sedangkan orang berharta sering dipanggil bakhil, kikir serta lainnya.

5. Ilmu itu akan memberikan penerangan hati, sedangkan harta akan mengeraskan hati (seperti dapat menimbulkan sifat takabur, kufur nikmat, pamer dll).

Ke lima point di atas menandakan keutamaan ilmu dari harta. Lalu, bagaimana antara ilmu dan ibadah ?
  
Diantara keduanya hendaknya yang pertama harus kita miliki dalam tahapan perjalanan ini adalah Ilmu, yang dilanjutkan dengan mengamalkannya melalui rangkaian Ibadah. Sebab, itu merupakan pokok dan poros dari segala ilmu.

Diagungkannya ilmu dan ibadah adalah karena keduanya merupakan tujuan diciptakannya dunia dan akhirat. Maka, seorang hamba sepatutnya tidak lagi menyibukkan diri kecuali dengan kedua hal tersebut,

Karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).”


Aktivis Berlatar "Lapar Data"



Tampaknya, ke depan pembobolan dan pencurian data publik atau yang dianggap sebagai data publik dari institusi publik/swasta untuk pengungkapan kasus dugaan korupsi dan kejahatan finansial lainnya mungkin akan marak. Pasalnya beragam. Di telaah dari produk hukumnya saja masih setengah telanjang niat ingin melihat isi dalam institusi tersebut. Seharusnya dari betis hingga kepala bisa kita nikmati apa yang telah dikerjakan ASN kita.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) contohnya. Walau sudah selektif harus di akui masih banyak celah para aktivis untuk menerobos pintu awal dari keterbukaan informasi dan keuangan negara kita ini. Satu diantaranya karena masih banyak badan publik masih terlihat kesulitan dalam menerapkan keterbukaan. Padahal bisa dikatakan modalitasnya cukup. Mulai dari pembentukan Komisi Informasi, pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, hingga aturan teknis terkait KIP.

Bukan maen-maen untuk membentuk UU ini. Sebab legalitas tersebut berangkat dari kolaborasi antara Indonesia bersama Amerika Serikat dan enam negara lainnya yang tergabung dalam Komite Pengarah Open Government Partnership, merupakan kerjasama global dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka.

Ragam masalah itu pun berlanjut, pertama pembangkangan institusi publik terhadap keputusan pengadilan untuk membuka data yang diminta pemohon. Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, misalnya. Membangkang, tidak menuruti putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Forest Watch Indonesia (FWI) untuk mendapatkan data hak guna usaha.
Sumber : Abaikan Putusan MA Kementerian Agraria Belum Buka Data HGU Sawit

FWI merupakan organisasi jaringan pemantau hutan yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. FWI yakin bahwa cita-cita ini hanya akan terwujud apabila ada transparansi pada semua data yang terkait dengan sumberdaya hutan. Kalau begitu apa bedanya dengan organisasi, LSM yang memiliki visi yang sama. Yakni terciptanya kondisi birokrasi yang bersih, transparan dan jauh dari KKN.

Sehingga banyak dari pemain-pemain dari kelompok tersebut enggan meninggalkan kebiasaan lama yang dianggap hero, sebab sebagai pahlawan yang telah mengungkap sebuah skandal korupsi ataupun malpraktik. Melebihi hasrat untuk pembenaran atas kesalahan suatu institusi alih-alih mendorong prevalensi orang yang "Lapar Data" dengan bersifat struktural.

Kedua, jika pencuri/pembobol data diperkarakan secara hukum. Maka hakim yang bijak bisa jadi akan membebaskannya karena adanya istilah "yurisprudensi" - keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang sama.

Alkisah, dulu seorang hakim pernah membebaskan pencuri. Hakim sampai pada pemahaman bahwa lapar dan kelaparan struktural-lah penyebab ia mencuri. Oleh karena itu, selain memvonis bebas, hakim juga mengirim surat ke raja, mengingatkan untuk memastikan tidak ada seorang pin yang lapar dan kelaparan di seluruh negeri.

Kemudian ketiga, masih ingatkah kita dengan perlindungan Julian Paul Assange, pendiri Wikileaks, dan Edwaes Snowden - bekas pegawai CIA ? Mereka mendapat perlindungan dari Pemerintah Ekuador dan Rusia karena telah mencuri dan membocorkan informasi dari National Security Agency. Akibat hal inilah mendorong negara-negara di G-20 mengusulkan untuk dilembagakan para pencuri/pembocor data.

Lalu kata Dedi Haryadi, Ketua Beyond Anti Corruption pada opininya Kami 12 Juli di koran harian Kompas, mengatakan. Jadi, sebenarnya mencuri/membobol data publik atau yang dianggap sebagai data publik untuk kepentingan publik itu cukup aman dan terlindungi.

Menulis Instrumen Perang Modern


Masalah tulis menulis memang gampang gampang sulit.

Kalau lagi on, nulis enak banget. Ngalir, point 'poin juga dapet dan enak dibaca. Tapi ketika down, jangankan selembar. Se alenia saja sulit banget.

Tapi itulah dinamika tulis menulis, dan di situlah tantangan seorang penulis.

Semoga kita semua, terutama kepada semua struktural NU, lembaga, banom NU, serta semua warga NU bisa meningkatkan produktivitas dalam karya tulisnya

Karna di zaman gozwatul Fikri sekarang ini, *salah satu medan perang kita adalah di ujung pena*

Ayo kita tunjukkan NU pada dunia, melalui ujung pena kita. Kita menangkan perang media demi Ahlu Sunnah wal jama'ah kita

#NKRIhargamati

Ulasan ini bisa diliat pada laman Facebook salah satu warga NU KEPRI di link berikut dengan judul asli Medan Peran Kita Ada di Ujung Pena

Ilmu : Gratis Tapi Butuh Perjuangan


Tulisan ini tidak lain hanyalah goresan sore hari untuk mengisi hari ini yang tidak terlalu sibuk.

NB : Tidak perlu melakukan pembenaran dengan segala cara, pada konten ulasan sengaja diatur untuk membahas segal hal yang sifatnya hanya opinion. Bukan tulisan fakta sehingga terurai secara kongkrit.

Baiklah, langsung saja saya ulas sedikit dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki. Apa ilmu itu ? KBBI V menjelaskan, pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Saya fikir ilmu itu gratis hanya butuh perjuangan sehingga seringkali dikatakan orang ramai ilmu itu mahal.

"Ilmu harus dibagikan jangan disimpan untuk diri sendiri nanti akan hilang," kata Buk Epi, guru SMP Biologi yang aku anggap cantik dan paling pintar. Penuh semangat ketika mengajar, salah satu inspirasi anak-anak sekolah di zaman itu, yang mengenalinya tentu sepakat akan hal ini.

Lalu cerita ini yang masih berjudul sama, berlanjut dikala saya duduk di bangku kuliah. Ada testimoni di sela-sela fasihnya ucapan si dosen ketika mengajar. "Ilmu itu ibarat air dari kran yang mengalir di ember, jika penuh maka air tersebut harus di pindah ke wadah lain jika tidak -ilmu- ingin terbuang." Ujarnya, dosen muda tinggi kalem. Namanya Pak Fauzan, dosen yang aku fikir spesial ketika mengajar dikelas.

Dan pernah mengakui kelas kami adalah kelas yang paling aktif ketika dia masuk mengajar. Bangga dan merasa puas, karena memang begini adanya. Kami terlahir tidak untuk berdiam diri, tapi selalu rajin bertanya apalagi beragumen dengan bahan yang agaknya tergolong asing di telinga.

Seakan sok tahu tapi semuanya mendapatkan efek yang luar biasa, masing-masing memiliki vokal dengan intensitas beragam. Bahkan saya berani katakan, mereka yang pendiam kini telah merangsek ke hiruk pikuk dunia dalam melahap semua topik obrolan. Ya alhamdulillah, ini berkat dari debat yang kami di kelas menganggap positif. Bukan debat kusir.

Kembali ke atas, yang hampir lupa terjamah oleh kita bahwa inti dari tulisan ini bermaksud untuk menyadarkan kita bahwa ilmu yang diraih itu tidak bisa didapatkan begitu saja. Pasti memiliki indikator agar ilmu itu bisa diraih, salah satunya adalah wadah.

Analoginya jika ingin jadi pemain bola, kita mesti memiliki tim sepak bola agar kaki ini sering di asah bersama para pesepak bola handal. Begitu halnya dengan ilmu, jalan keluarnya mesti mencari guru/ulama yang tergabung lebih dari satu orang -pribadi itu sendiri. Bukan mencari sendiri -meski tidak menafikan bahwa itu berhasil atas izin allah dan dia tergolong orang pilihan.

Wadahnya apa ? Boleh jadi jalur ekonomi, politik dan pendidikan, dsb. Misalkan pendidikan, ada sekolah, les privat atau kampus. Kemudian literasi, jika ingin menekuni bidang literasi, ayo bergabung dengan wadah yang baik. Tentunya yang tidak banyak keluar biaya.

Ingat ilmu itu gratis, cara mendapat supaya gratis pun tak sulit-sulit amat. Sekarang ada blogspot dan wordpress yang mudahnya di operasikan jika memang niat. Kalau belum mampu tapi udah niatan, tenang. Banyak tulisan yang muncul jika ketik "Cara Buat Blog", di Oom google.

Lalu berorganisasi pun juga wadah, wadah para calon pemimpin yang merasakan perlunya kalian mengatur dan memimpin sesuatu sesuai konsep/gagasan yang selama ini tertahan oleh rasa malas, kurang percaya diri dan malu untuk maju selangkah lebih baik dari teman.

Salam Literasi