Dengan berlalunya waktu, berbagai pandangan Marxisme semakin jelas penampakkan kekeliruannya sehingga mencoreng muka mereka sendiri. Umpama berkaitan dengan peristiwa revolusi Islam di Iran. Meletusnya revolusi yang menggegerkan tersebut telah menuding hidung masyarakat kita yang telah melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam memandang keberadaan agama serta proses perubahan sosial.
Diantaranya, Marxisme mengatakan bahwa keberadaan agama tak lebih sebagai candu masyarakat. Agama telah menjadikan masyarakat lunglai, lesu, hina, pasrah dan kecanduan. Akan tetapi di negeri jiran ini kita melihat memiliki 35 juta saksi yang bisa mengatakan bahwa alih-alih membuat lesu, agama justru telah menghembuskan semangat dan menginspirasikan pergerakan kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu bentuk pandangan mereka yang keliru dan amat memalukan.
Kekeliruan kedua dari pandangan Marxisme adalah ketika mereka mengatakan, "Kerusakan moral merupakan akibat dari kelemahan ekonomi." Berdasarkan itu, bisa dikatakan bahwa apabila seseorang mencuri, umpamanya maka tindakannya itu lebih disebabkan oleh tekanan kemiskinan!
Untuk itu kita juga memiliki 35 juta orang yang menyaksikan bawah Syah Iran, si penghianat adalah gembong para perampok. Kondisi kehidupan ekonomi dirinya tidaklah miskin demikian pula halnya dengan status ekonomi dari berbagai pencuri kelas kakap lainnya di seantero sejarah.
Kekeliruan ketiga Marxisme terjadi dalam perkataannya "Yang mencetuskan revolusi adalah gerakan orang-orang miskin dan perlawanan kaum yang kelaparan melawan para pengaruh keuntungan!"
Lagi-lagi kita semua yang menyaksikan fenomena di Iran bahwa revolusi Islam Iran diledakkan demi mewujudkan gagasan serta kemerdekaan dalam melaksanakan hukum-hukum Ilahi, bukan demi roti dan air, juga bukan dikarenakan tinggi rendahnya harga barang-barang! Jika benar bahwa revolusi tersebut merupakan bentuk perlawanan orang-orang miskin (
vis a vis segelintir penggeruk keuntungan), tentunya mereka yang pertama kali akan menggelar revolusi adalah para penduduk yang tinggal di daerah Kurdistan, Sistan atau Balujistan.
Namun, api revolusi yang di sulut dari Madrasah Faidhiah dan dipimpin para ulama, dengan mengumandangkan slogan Allahu akbar, justru terjadi pada hari-hari Asyura (10 Muharram). Dan pergerakan tersebut mencapai puncaknya tak kala hari Arba'in (hari ke-40 dari kesyahidan Imam Husein di medan Karbala, tanggal 28 Safar).
Semua itu merupakan bukti nyata bahwa yang menggerakkan revolusi tak lain dari spirit keyakinan (ideologi) bukannya perut. Revolusi tersebut menggelar tak lain demi menghidupkan undang-undang Ilahi dan mencampakkan undang-undang penguasa zalim.
Revolusi tersebut bukanlah buah dari pergerakan orang-orang miskin. Tentu saja kita tidak mengingkari peran dari tekanan kondisi ekonomi serta keberadaan kaum miskin. Namun faktor manakah yang menjadi lokomotif serta penggerak utama revolusi tersebut? Perut atau ataukah ideologi? Betapa banyak mereka yang hidup serba berkecukupan namun kemudian menyerahkan apa yang mereka miliki demi kemenangan revolusi.
Kekeliruan keempat dari pandangan Marxisme malah lebih menggelikan lagi. Kali ini komentar mereka berkaitan dengan keberadaan Ideologi dan agama mereka menyatakan, "Kaum kapitalis dengan perantaraan salah satu sarana pemberi harapan yang disebut dengan mahzab." Berusaha menenangkan dan membungkam suara orang-orang miskin. 'Bersabarlah, Tuhan menyukai orang-orang yang masuk orang-orang yang sabar. Jika hak kalian dilanggar, tabahkanlah hati kalian.' Atau dikatakan, 'Dunia tidak memiliki nilai, yang utama adalah akhirat.' Atau, 'Janganlah kalian melakukan revolusi tunggulah kedatangan Imam zaman (Mahdi). Beliau sendirilah yang akan membuat perbaikan.' Juga dikatakan, 'Lakukanlah
taqiah. Apapun yang kalian saksikan, janganlah bersuara.'
Seruan-seruan semacam itu yang didengungkan kaum kapitalis melalui perantaraan sarana pemberi harapan yang dinamakan dengan ideologi. Pada akhirnya, seruan-seruan tersebut dibenarkan kelas pekerja, yang karenanya mereka (kaum kapitalis) berhasil mencegah dan menghalangi kelas pekerja untuk melakukan perlawanan serta penggugatan terhadap hak-haknya. Perhatikanlah dengan cermat, betapa pernyataan semacam itu amat sulit diterima akal sehat. Pandangan tersebut sungguh amat memalukan.
Alhamdulillah, kita hidup dalam sebuah masa, dimana para pemudanya telah mengalami kemajuan berpikir yang sangat menyenangkan sehingga sanggup menjawab berbagai pandangan Marxisme yang irasional dan primitif semacam itu. Dalam sekejap saja para pemuda muslim akan menunjukkan berbagai bantahan kepada para pendukung Marxisme, diantaranya :
Jika yang menjadi pencipta ideologi atau agama adalah kaum kapitalis, dan itupun ditunjukkan untuk memenangkan kaum miskin, lantas mengapa dalam ideologi atau agama itu sendiri termaktub undang-undang yang justru menggerogoti model kaum kapitalis dan bahkan menyita harta mereka?
Berbagai keuntungan yang diperoleh kaum kapitalisme melalui proses kezaliman, suap, pelambungan harga, pengurangan penjualan, riba, penumpukan kata, penipuan dan sebagainya -dengan kata lain seluruh kekayaan tersebut dihasilkan melalui cara-cara ilegal, akan serta merta disita oleh Islam dan ideologinya. Kalau memang demikian adanya, bisakah dibenarkan bahwasannya kaum kapitalislah yang menciptakan agama dan ideologi ? Mungkinkah mereka menciptakan sesuatu yang justru pada akhirnya akan merampas seluruh harta yang dimilikinya ?
Urainan ini baru ditinjau dari satu sisi. Sementara pada sisi yang lain, berkenaan dengan berbagai peristilahan yang maknanya bisa diselewengkan sendirikan rupa. Padahal, agama sendiri telah memaknai berbagai peristilahan tersebut secara jitu dan benar. Umpama istilah,
intidzar (penantian), yang artinya bukan semata-mata diam dan berpangku tangan. Ketika menanti terbitnya matahari, tentunya pada malam hari kita tidak hanya berdiam diri dan tidak menyalahkan pelita atau lampu. Makna dari menanggung musim panas bukan berarti pada saat musim dingin kita tidak mempersatukan berbagai sarana pemanas ruangan.
Benar, dalam menunggu kedatangan Imam Zaman demi mengharap terjadi perbaikan, tidak berarti kemudian kita tidak melakukan aktivitas apapun, berdiam diri. Bahkan tunduk di bawah tekanan kezaliman. Makna dari idiom "dunia tidak memiliki nilai" bukan melepaskan dunia secara total. Akan tetapi maksudnya adalah bahwa eksistensi manusia yang merupakan khalifah Allah dimuka bumi jauh lebih bernilai dari keberadaan itu sendiri. Sehingga, jangan sampai keberadaan dunia menjadi tujuan utama seseorang.
Pendek kata, dalam pandangan Islam, istilah kesabaran, penantian dan kerelaan bukanlah dimaksudkan bahwa kaum miskin harus pasrah dan berdiam diri terhadap berbagai kebijakan para pengeruk keuntungan.
Selain minta harta yang telah dikumpulkan tongkat penista dengan cara yang tidak absah, Islam juga menyeru kepada orang-orang miskin
1. Tidak dibenarkan tunduk merendahkan diri dihadapan para pemilik modal. Barang siapa yang merendahkan dirinya dihadapan seseorang karena hartanya, maka sepertiga dari agama yang telah lenyap.
2. Imam Ridha berkata, "Barangsiapa yang lebih bersemangat dalam memberi salam kepada orang-orang kaya, pada hari kiamat kelak Allah akan murka kepadanya."
3. Memperingatkan manusia agar jangan sampai mengistimewakan seseorang dikarenakan hartanya.
4. Tidak dibenarkan duduk dalam sebuah hidangan yang hanya dihadiri orang-orang kaya.
5. Imam Ridha sendiri senantiasa duduk dan saat bersantap bersama dengan budaknya. Nabi Sulaiman AS dengan berbagai keagungannya, senantiasa hidup bersama dengan orang-orang di sekitar orang miskin. Ali bin Abi Tholib senantiasa duduk beralaskan tanah, dan nabi-nabi kitab pada umumnya menjadi pengembala ternak. Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang menganggur, dan mengutuk seseorang yang membebankan kebutuhan hidupnya kepada orang lain.
Dari cerita-cerita tersebut, kita mengetahui dengan jelas bahwa keberadaan Islam bukanlah hasil rekayasa kaum kapitalis. Islam tidak mendukung kebijakan mereka, bukan penyebab kerusakan serta tidak menganjurkan seseorang untuk berdiam diri. Semua ini merupakan kajian singkat terhadap pandangan Marxisme seputar penyebab munculnya agama dan ideologi. Kesimpulannya, pandangan Marxisme merupakan pandangan yang menyimpang dari kebenaran dan isinya amat menggelikan.