Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]

Pancasila Sebagai Konsep Hubbul Wathon Minal Iman

Suasana sesi tanya jawab dalam acara Dialog Kebangsaan di Gedung Nasional, Karimun.

Rasanya tidak pas kalau berfoto tanpa merasakan jepretan camera, terlebih muncul kabar foto kita telah berada di tangan orang dan hasilnya pose model samping. Mengecewakan lagi memalukan, kenapa tidak tersadari sejak awal microphone digenggam.

Acara yang berlangsung pagi hingga siang tadi cukup menyita perhatian, khususnya kami dari PC PMII Karimun sebagai audience. Di gagas oleh saudara tua warga pergerakan, yakni HMI Komisariat Karimun acara diberi nama Dialog Kebangsaan dengan peserta mahasiswa dan siswa.

Mengangkat tajuk Keislaman dan Keindonesiaan Dalam Perspektif Kebhinekaan merupakan materi wajib yang telah mengakar dalam tubuh PMII, karena islam dan indonesia adalah bagian yang tidak dapat terpisahkan dari ideologi PMII apalagi secara historis PMII lahir dari ruh NU yang notabane islam nusantara.

Logika sederhananya PMII bersifat selain kemahasiswaan juga bersifat keislaman yang dibalut oleh rasa nasionalisme yang dikenal dengan ungkapan Hubbul Wathon Minal Iman yang berarti nasionalisme sebagian dari iman. Kata saya saat sebelum mengawali pertanyaan, yang secara pribadi atau lembaga Hubbul Wathon Minal Iman apakah dinilai menjadi konsesus bersama oleh Kesbangpol Kab. Karimun.

Lontaran pernyataan dan pertanyaan tersebut bukanlah asal bunyi, sebab jargon NU ini tak sedikit pula dipakai warga PMII bahkan banom-banom NU lainnya tidak enggan untuk menggunakannya. Kemudian hanya satu soalan saja ternyata tidak cukup, berikutnya saya pun melanjutkan pada persoalan Pancasila yang disejajarkan dengan 3 pilar lainnya sehingga dikenal dengan akronim PBNU (Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945). Saya tidak sepakat akan hal ini.

Sejarah mencatat, para Founding Father yang saat itu bersidang (BPUPKI) sepakat bahwa pancasila adalah ideologi negara, rumusan ini dikenal dengan panitia sembilan dimana terdapat 9 tokoh di dalamnya. Kemudian rumusan tersebut tertuang dalam piagam, yang dinamakan "Jakarta Charter". Berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme, untuk memulai dasar pembentukan Negara Republik Indonesia.

Masih di dalam piagam jakarta, saat itu pula penghapusan 7 makna kata memiliki makna tersirat bahwa kemerdekaan indonesia tidak hanya di isi oleh rakyat islam saja, hal ini menandakan akan Kebhinekaan indonesia itu dan dipersatukan -NKRI- dalam suatu narasi yang selalu di lafadzkan pada setiap acara formal yakni Pancasila, sebagai ideologi atau falsafah dalam bernegara dan berbangsa. Dan juga pancasila sebagai dasar utama dalam melihat hukum selain berpedoman pada UUD 1945.

Artinya Pancasila murni ideologi atau yang lebih kurang seperti yang di ajarkan sewaktu SMP kelas VIII dulu di mata pelajaran PKN. Bahwa Pancasila itu sebagai Dasar Negara artinya Pancasila merupakan sumber hukum dasar nasional, dasar untuk penyelenggaraan negara dalam menata serta mengarahkan jalannya pemerintahan untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 alinea 4. Jadi jelas pengertian di atas - Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 - merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir Pancasila.

Begitu la 4 pilar yang digaungi oleh mantan ketua MPR, Taufik Kiemas menjadi polemik publik termasuk saya pribadi dalam perspektif Epistemologi. Agaknya bukan jawaban narasumber yang tidak puas tapi kita sebagai mahasiswa sejatinya sudah layak kita untuk memberikan pemahaman kepada khalayak umum bila memang perlu diluruskan, sehingga bukan lagi sifatnya bertanya tetapi sepenuhnya menyuarakan pendapat secara logis dan sederhana.

Meminjam tulisan dari Ahmad Muqsith sangat tepat untuk direnungkan bagi warga pergerakan, kader PC PMII Semarang 2017-2018 ini berkonsentrasi pada departemen pendidikan dan pengkaderan dan karyanya dimuat dalam buku berjudul Bunga Rampai "Menjadi seorang akademis maupun aktivis bukan untuk masalah kebanggaan. Tetapi panggilan kodrat yang menuntut manusia terus mencapai titik potensial kualitas tertinggi yang bisa ia capai.

"Korelasi logika tafsir di atas dengan tupoksi mahasiswa di zaman now ini perlu dipandang sebagai bahan wajib untuk diketahui, dimana fungsi mutlak mahasiswa sebagai Iron Stock, lalu Agen of Change, berikutnya harus memiliki Guardian of Value, selain Moral Force juga amat perlu menjadi Social Control.

Dalam memenuhi fungsi tersebut, sekiranya mahasiswa dituntut untuk memiliki tugas harian yakni mencari informasi sebanyak-banyaknya (ulul albab) dengan memanfaat situasi dan kondisi guna mengembangkan kapasitasnya sebagai manusia yang bermanfaat bagi orang ramai. Lebih jelasnya lagi mari kita kutip pernyataan dari ketua kaderisasi nasional PB PMII 2017-2019, Muhidin Nur "Ciptakan ruang-ruang pengetahuan sehingga kamu kaya akan gagasan dan pemikiran, bukan ruang dogmatisme yang membuat otak beku dan mengkerdilkan irasionalitas."

Merangkul Kawula Muda Demi Keutuhan Demokrasi NKRI


Menjelang Pemilu 2019, perpolitikan di tanah air akan mengalami perubahan yang signifikan. Hal ini ditandai dengan bonus demografi yang terjadi serta konstelasi politik yang berubah tiap pemilu. Lalu tensi yang tinggi juga dapat memicu masalah sosial seperti SARA, hoax dan politik praktis.

Semua ini akan menimbulkan kecenderungan semua orang merasa gerah dengan pemberitaan yang terkesan seperti sedang perang urat saraf di media bahkan bisa jadi dunia nyata sekalipun. Di tambah lagi dengan kebosanan akan hiburan televisi dalam pemberitaannya mempertontonkan pertikaian antar elite politik dan para kontestan pemilu 2019. Kondisi ini diperkirakan akan menjatuhkan bangsa indonesia pada titik nadir demokrasi, bila tidak diantisipasi sejak dini.

Masyarakat secara luas di artikan sebagai komunitas karena terdiri dari berbagai orang "kawan" yang terjemahan dari kata society (inggris), bila di latinkan menjadi society. Saya ingin mengajak pembaca untuk menyelami makna salah satu ilmu cabang filsafat yang kita kenal dengan istilah aksiologi, artinya manfaat dari pengetahuan tersebut. Bahwa secara aksiologi keprihatinan saya timbul guna membangkitkan daya fikir kritis rakyat indonesia dalam menanggulangi pra maupun pasca bencana sosial yang bisa saja melanda kontestasi politik indonesia.

Kemudian, hemat saya. Tugas kita yang konsen akan keutuhan demokrasi indonesia, khususnya para pegiat demokrasi menjadikan hal semua ini sebagai tantangan agar para kawula muda khususnya bisa beranjak dari pemilih skeptis menjadi partisipasi aktif lagi kritis. Malah lebih baik lagi hasil yang ditimbulkan dapat mengurangi penyakit akut alergi politik.

GEMA KEPRI Sukses Menggelar LDK Pertama

Foto bersama narasumber, panitia dan para peserta dari perwakilan OKP, Oganisasi Mahasiswa eksternal kampus dan perwakilan BEM kampus di Prov. KEPRI

Kembali bersemangat menjadi mahasiswa yang kritis terhadap apa yang dilihat dan dirasakan pasca keluar dari acara yang di adakan GEMA KEPRI, organisasi kepemudaan yang telah mendedikasikannya terhadap perkembangan KEPRI khususnya peduli akan nasib pemuda KEPRI yang secara umun di satu tahun ke depan akan menghadapi Pemilu 2019.

Acara yang dilaksanakan di asrama haji kota Batam berlangsung selam 2 hari, bernuansa semi formal Latihan Kepemimpinan Dasar ini mengangkat tajuk Merumuskan Gerakan Mahasiswa Dalam Mensukseskan Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.

Acara ini menekankan perlunya kesepakatan semua elemen pemuda dan mahasiswa dalam menjawab segala problematika di KEPRI, seperti carut marut Wagub KEPRI, isu SARA yang sedang maraknya, serta pemberitaan hoax dan kasus korupsi yang tiada hentinya. Penekanan yang paling terlihat dalam diskusi tersebut ialah isu yang paling hangat di tanah air, yakni pemilu 2019.

Sengaja disinggung sebab ibu kota provinsi yang berjuluk "Bumi segantang lada" ini sebentar lagi akan mengadakan Pilkada Walikota Tg. Pinang 2018. Sejalan dengan itu Pemilu 2019 serentak juga tinggal menghitung bulan dan hari. Sehingga dengan dua agenda besar inilah organisasi yang di pimpin oleh Tongku April Hasibuan (mantan ketua PC PMII Kota Batam) memandang layak untuk di angkat dalam tema di LDK yang pertama tersebut.

Peserta yang hadir dalam mengisi LDK tersebut yakni perwakilan kampus di KEPRI dan ORMAWA yang di antaranya Ikatan Pemuda Muhammadiyah (IPM) cabang Kota Batam, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) cabang Kota Batam, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) cabang Kota Batam, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang kota Batam, Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Kota Batam dan Tg Pinang - Bintan. Dan hadir pula beberapa perwakilan Organisasi Kepemudaan di wilayah KEPRI yang tidak sempat terpantau untuk disebutkan namanya.

Makna Ngopi Bagi Kader PMII

Keluarga Besar PC PMII Kabupaten Karimun
Sedikit ingin saya bahas tentang Koprs Putri (KOPRI) PMII, yakni satuan semi otonom khusus putri dalam struktur PMII, tentunya ini ada kaitannya dengan judul di atas.

Ngopi bisa dikatakan berdiksui sambil ngopi. Melihat fenomena kini di era milenal, dimana gadget merupakan pegangan wajib bagi seorang wanita karena penuh dengan isi yang menarik dan tontonan yang memikat bagi yang melihat. Tulisan sudah tidak laku untuk dipandang serta dunia luar tidak boleh untuk dilewatkan.

Riskan sekali jika KOPRI kita tidak memiliki pelindung diri apalagi daya pacu untuk mendambakan wanita yang memiliki integritas dan berkualitas, barangkali pria-pria PMII tidak memiliki kesempatan dan upaya untuk merubah pola fikir KOPRI ini ?

Namun tidak ada yang tidak bisa dilakukan, semua niscaya akan bisa dirubah, usaha dan niat semacam menyinggung dalam tulisan inipun sudah alhamdulillah, biarlah mereka menikmati prosesnya di akar rumput. Terpenting ini bukan hanya masalah eksternal saja yang perlu kita hadapi bersama, melainkan juga melibatkan masalah internal. Mari kita sama-sama menyelamatkan KOPRI Karimun yang belum giat dalam mengamalkan ilmu dan bakti di PMII.

Mengutip dari kata-kata teman seperjuangan dan se-pergerakan sewaktu ngopi bersama. " Revolusi bukan hanya kata-kata, revolusi bukan hanya retorika, revolusi merupakan kerja nyata yang dibangun dari dasar makna, makna-makna dibangun dari dasar keyakinan, keyakinan dibangun dari dasar keilmuan ". Artinya revolusi bukan saja melalui tangan dengan menggoreskan pena diatas kertas sehingga lahirlah suatu hentakan, tapi bisa juga dengan kandungan kata-kata yang terucap dari mulut-mulut harum sang orator ulung.

Bagi saya setiap diskusi yang kita lakukan bukanlah sesuatu acara anak muda seperti pada umunya, ngopi + diskusi sambil bermain game dengan berharap wifinya lancar. Bukan pula untuk mengisi waktu luang semata. Tetapi untuk menjalin persahabatan sekaligus merawat nalar kita di tengah lajunya arus globalisasi ini. Secara pribadi kita akan mampu merasakan rahmat-Nya yang tercurahkan dari hasil diskusi selagi bukan debat kusir. Karena tidak mungkin untuk meningkatkan gerak, rasa dan pengetahuan harus melalui forum resmi terus ?

Beberapa daerah yang memiliki organisasi PMII, mereka sering kali mengadakan acara ngopi menjadikan ajang formalitas dalam meningkatkan kualitas serta intelektualitas di cabang, komisariat serta rayon. Ada pula NGOPI menjadi sebuah barang akronim dari Ngobrol Pintar. Kreatif bukan ? Saya fikir inilah yang di inginkan generasi yang siap menghadapi perubahan zaman millenaial ini. Tidak lagi menggunakan cara lama yang telah usang meskipun tidak dipungkiri tradisi lama masih banyak dilakukan para kalangan warga nahdliyin.

Namun kadang kala selalu menimbulkan gejolak, diskusi tidak berurat tegang rasanya tidak pas bagi mereka yang baru meraih idealisme di atas pengakuan, berbagai alasan bisa kita dapati. Paling mendasar ialah kontruksi berfikir yang belum tertata rapi dikala dihadapkan pertanyaan genting terlebih ia menuju pribadi yang dapat menyinggung perasaan orang. Matang, cakap dan kedewasaan berfikirlah yang akan berperan, diskusi yang berfaedah adalah mahasiswa yang menikmati prosesnya dengan menerapkan konsep ta'lim wa ta'allum yang dipakai Nabi Muhammad Shalallahu'alaihi wa sallam.

Wallahul Muwafiq ila aqwamith Thariq Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

KEPRI Darurat Narkoba


Seperti yang kita ketahui bersama, peredaran zat adiktif tidak mengenal umur. Muda atau tua, anak kecil atau orang dewasa semua pasti akan terkena limbas dari bahaya jika menggunakan Narkoba.
Menurut mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Budi Waseso indonesia sudah darurat narkoba sejak tahun 1971 di era presiden RI ke-2 Soeharto.

Sudah selayaknya pemerintah lebih serius dalam menangani masalah ini. Bukan sekedar mendengungkan jargon perang terhadap Narkoba atau Napza. Tapi lebih dari itu, rakyat merasakan dampak langsung dari keseriusan menanganinya. 

Di indonesia tidak ada satu daerah yang terbebas dari barang berbahaya ini, pengaruhnya sudah menyentuh setiap lini di daerah. KEPRI salah satunya, baru-baru ini di bulan Februari ditemukan sabu dari berbagai sudut kota Batam. Serta penangkapan sabu 19 Kg di Pulau Buru, Kab. Karimun.

Kemudian yang lebih menggemparkan rakyat KEPRI, TNI AL berhasil menangkap kapal Sunrise Glory asal Taiwan berbendera Singapura di Selat Philips yang membawa 1 ton sabu, total sabu yang diangkut kapal ini berjumlah 3 ton, namun 2 ton lainnya sudah diturunkan di tempat lain.

Lalu kapal pembawa sabu asal Taiwan, KM 61870 di perairan Karang Banteng, Anambas juga di cegat tim gabungan, dalam lambung kapal terdapat 81 karung sabu yang berat totalnya mencapai 1,6 ton.

Semangat pengungkapan kasus narkoba semakin meninggi dikalangan penegak hukum di KEPRI, tapi di lain hal ini menjadi suatu pertanda ancaman besar untuk menyelamatkan generasi di daerah yang berjuluk Bumi Segantang Lada ini.

Ironinya dalam pengentasan penindakan di lapangan terhambat dengan berbagai persoalan. Dimana intruksi presiden Joko Widodo yang ingin menindak tegas dengan menembak pengedar narkoba dinilai melanggar HAM dan kurang efektif. Ini pula dikecam oleh Direktur LBH Masyarakat, Ricky Gunawan yang kerap menangani kasus hukum pengedar dan pengguna narkoba.

Melihat masalah ini artinya belum ada solusi nyata dari pemerintah selain intruksi presiden tersebut, walau bagaimana pun petugas telah memiliki panduan sendiri dengan aturan hukum yang jelas.

Nampaknya dalam penuntasan masalah narkoba ini masih menjadi polemik, satu sisi intruksi presiden sebagai efek jera bagi tersangka namun di sisi lain hal ini bertentangan dengan pelanggaran HAM. Saya fikir biarlah HAM berjalan dengan baik tanpa ada yang mengganggunya demikian juga dengan penindakan narkoba yang tidak terbentur dengan produk hukum lainnya di indonesia.

Dari data BNN KEPRI kita bisa melihat angka pengguna narkoba mengalami penurunan, pada tahun 2011 peringkat 2 se-Indonesia, sekarang diperingkat 16 pada tahun 2017. Meskipun menurun pencegahan akan narkoba harus tetap dilakukan sedari dini.

Penggunaan narkoba di indikasikan akan mengalami peningkatan khususnya dikalangan pelajar karena maraknya narkotika jenis baru. Peredaran narkoba jenis baru inilah yang menyasar kalangan pelajar dan mahasiswa dengan motif penggunan narkoba yang kini beragam. Hal tersebut menjadikan dilema orang tua atau masyarakat bagaimana cara menanggulangi narkoba yang benar.

Solusi Nyata.
Mendorong pemerintah daerah untuk membuat pusat rehablitasi untuk anak-anak, selama ini di KEPRI hanya ada di Kota Batam. Contohnya di Kab, Karimun. Potensi penyalahgunaan narkoba terhadap generasi begitu besar. Bagaimana jika pihak keluarga ingin mengunjungi korban rehab, tentu harus menyembrangi Kota Batam.

Selain itu juga bisa membuat sosialisasi yang lebih mengena ke hati masyarakat, melalui tulisan, poster dengan berbagai media seperti spanduk, baleho bahkan videotron yang ada di sudut kota. Di samping peningkatan iman dan taqwa terus diupayakan dengan melaksanaan perlombaan MTQ berbagai level. Pencegahan dini terhadap narkoba tidak boleh dipandang sebelah mata.

Paling mudah dilakukan untuk kalangan pelajar ialah membuat lomba menulis bertemakan narkoba, serta membentuk Satgas di sekolah, kampus dan berbagai organisasi kepemudaan yang anggarannya bukan saja dari negara tapi juga melibatkan dana CSR di perusahaan yang ada di daerah lainnya di KEPRI.

Dan terakhir, pernyataan bahwa KEPRI Darurat Narkoba hingga kini belum juga di dengar dari suara PEMPROV KEPRI. Akankah ini menjadi sebuah tolak ukur tidak berdayanya pemerintah daerah dalam menghadapi serangan narkoba ? Atau barangkali penuh kehati-hatian untuk mengeluarkan suatu kata dari mulut para raja. Sebab satu kata bisa menjadi kemujuran atau malah mendatangkan bala terhadap politik si raja.


Rudi Saputra
Wakil Ketua II Bidang Eksternal

Bukan Sekedar Menghibur Saja, Film Naruto Juga Menyelipkan Sisi Pengajaran


Film animasi dari jepang banyak mengeluarkan karya yang luar biasa yang sampai sekarang belum bisa tertandingi oleh negara mana pun. Kecuali Amerika yang mengandalkan Captain Amerika, Superman, Batman, Tom and Jerry dan lainnya. Kualitasnya tidak diragukan lagi, makna cerita dan genre yang di usung tepat dengan selera anak muda bahkan orang dewasa juga tidak ketinggalan. Dari belakang bisa kita ingat dengan One Piece, Samurai X, Avatar, Detektif Conan, Tsubasa, Pokemon, Doraemon, Sinchan. Tayangan ini menghibur dengan mengangkat tema yang berbeda, dan uniknya film ini bukan sekedar kartun biasa. Ia memiliki pesan tersurat dalam dialog dan tersirat ketika di akhir cerita.

Dari semua film animasi jepang yang ingin saya bahas adalah Naruto, dengan bertemakan Ninja kita dibawa ke dalam suatu kerajaan yang terbagi-bagi di dunia shinobi (Ninja). Ia juga memiliki latar belakang sejarah layaknya manusia, yakni peperangan antar negara, clan (suku/ras), politik kekuasaan, kepentingan pribadi dengan misi intelejennya, pendidikan linear (berguru turun temurun), bahkan hal tahayul sekalipun. Kemudian di masa depan, mereka semua para ninja menginginkan sebuah peradaban yang lebih baik dari yang sekarang. Tidak ada lagi pertikaian antar ninja, para ninja baru harus lulus dengan pendidikannya, setiap negara harus memiliki hokage/pemimpin yang kuat dan cerdas.

Itulah pesan tersirat dari film Naruto yang selama ini menjadi film favorit saya sampai sekarang. Namun yang paling menarik dari cerita ninja jepang teraebut adalah pesan tersuratnya. Dimana kita dapat mengambil pelajaran berharga hanya dengan menghayati apa yang tokoh-tokoh film animasi tersebut rasakan dengan tindakan/ucapannya.

Dari Uciha Itachi, kakak kandungnya Uciha Sasuke ini rela berkorban demi negaranya agar tidak ada pertumbuhan darah ia tega membunuh semua sukunya -ras/clan dalam dunia shinobi- termasuk orang tuanya sendiri dan menyisakan adiknya Sasuke. Sepanjang hidupnya setelah peristiwa berdarah itu seluruh penduduk desa Konoha mengecapnya seorang pengkhianat, tapi tidak bagi shinobi yang intelektual karena mereka bukanlah ninja awan yang tidak tahu sejarahnya Uciha. Jika tidak dilakukannya maka suku Uciha akan berperang melawan negara Konoha tempat film ini berjalan. Sungguh pengorbanan yang patut kita tiru dalam hal berbangsa dan bernegara di zaman ini.

Lalu ada lagi pada ketabahan Rock Lee yang berjuang pada rasa sakitnya, kemudian jiwa patriotisme yang bagus untuk di contohi dari Uzumaki Yondaime (Ayah Naruto) ketika berhadapan dengan rubah berekor 9 demi menyelamatkan desa Konoha dari amukan siluman tersebut. Lalu yang terakhir Naruto. Anak yang dilahirkan yatim piatu - semasa bayi- ini bisa bangkit dari keterpurukannya hanya dengan mengandalkan semangat untuk menjadi hokage (presiden) di masa depan. Walau rintangan sudah hampir membuatnya rebah untuk selamanya, semangat tersebut tidak pernah pudar. Semangat ini telah bercampur dengan keyakinan yang tinggi sehingga ia tidak pernah mengerti apa itu menyerah. Ada kata yang menarik dan patut di kutip dari Naruto ke pada rekannya Neiji. "Takdir yang kau bahwa akan bisa dirubah dengan upaya yang engkau lakukan hari ini" kurang lebih seperti itu makna dari percakapan mereka.

Patutnya kita melihat tidak dari sisi menghiburnya saja, tapi ada kalanya juga kita harus ambil pelajaran dari setiap episode tersebut.