Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]

Sejumlah Catatan Pilkada Ditengah COVID-19


Pemerintah, DPR dan KPU, Bawaslu dan DKPP melakukan rapat terbatas terkait virus Corona (Covid-19) yang mengganggu pelaksana Pilkada 2020. Akhirnya pelaksanaan Pilkada ditunda, 3 opsipun diberikan KPU melalui mekanisme pelaksanaan diakhir 2020, lalu Maret 2021 dan terakhir September 2021. Opsi ini dinilai KPU sangat tepat dengan segala konsekwensinya. 

Ditinjau dari sudut pandang anggaran, 3 opsi tersebut sangat wajar dilakukan pada bulan September 2021. Jika pun dipaksakan pelaksanaan dilakukan pada bulan Desember 2020 atau Maret 2022. Tentu akan menimbulkan pertanyaan, apa jaminan dana tersebut tersedia setelah dialokasi ke ke penanganan penyebaran virus Corona (Covid-19) ?

Implikasi Akibat Penundaan
4 tahapan penundaan memiliki dampak yang begitu luas. Selain penyelenggara ad hoc kena getahnya, harus dinonaktifkan. Kemudian persoalan calon lewat perseorangan, tahapan verifikasi faktual menjadi tertunda. Untung saja Provinsi Kepulauan Riau dan Kabupaten Karimun tidak ada calon perseorangan.

Namun masalah lain timbul, soal DPT yang akan berubah dan paling vital soal pendanaan Pilkada seperti pertanyaan diatas. Dimana aturan teknis anggaran penanganan ciri Corona dari Kemendagri belum juga keluar. Sama seperti diawal saat NPHD keluar dengan landasan teknisnya ialah Permendagri No 54/2019. Maka pemindahan anggaran ke hal diluar Pilkada tersebut juga harus memiliki landasan hukum yang sama.

Butuh Kepastian Hukum
Ketentuan penundaan Pilkada yang diatur dalam UU Pilkada No. 10/2016 tidak mampu memberikan landasan yang hukum pasti terkait nomenklatur Pemilihan Lanjutan dan Pemilihan Susulan. Sebab penundaan secara nasional berimplikasi terganggunya seluruh tahapan yang dimana berbagai daerah memiliki perbedaan penundaan tahapan.

Karena kebijakan tidak boleh parsial, hanya untuk daerah tertentu saja. Maka KPU perlu menyesuaikan seluruh tahapan termasuk tahapan pungut hitung yang awalnya direncanakan UU Pilkada pada tanggal 23 September. Dengan melakukan perubahan jadwal tahap pungut hitung (tanggal, bulan dan tahun), otomatis hal ini berdampak pada kekosongan hukum untuk merubahnya. 

Tanpa payung hukum yang jelas, sehingga beramai-beramai para penyelenggara Pemilu serta pegiat Pemilu mendukung Presiden Joko Widodo untuk segera menyiapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Karena menurut mereka terutama pengamat hukum menilai Perppu lebih pantas, pertama kebutuhan mendesak, kedua kekosongan hukum dan terakhir tidak mungkin berharap parlemen untuk merevisi UU Pilkada, No 10 tahun 2016.

Kenapa harus Perppu ?
Perppu dinilai mampu memberikan kepastian hukum dalam waktu yang cepat, karena tidak mungkin untuk menunggu DPR rapat untuk merevisi UU Pilkada. Sebab Pemerintah tengah memberlakukan aturan Social Distancing serta terbentur juga dengan Prolegnas.

Sehingga Perppu adalah jalan keluar dalam mengatasi kemandekan hukum ditengah penyebaran virus Corona yang begitu masif. Kemudian setelah Perppu terbit, barulah aturan teknis soal tahapan Pilkada melalui produk PKPU akan keluar dan tahapan pun segera dimulai.

Muatan Materi Perppu
Perppu yang diharapkan menjadi sebuah angin segar dalam pelaksanaan Pilkada yang telah ditunda, jangan sampai mudah rapuh dan keropos. Artinya rentan digugat oleh pegiat Pemilu karena ada frasa atau pihak yang merasa dirugikan. Namun ini hanya spekulasi, sebab Pemerintah sudah berpengalaman dalam hal ini, apalagi memiliki waktu tidak begitu sempit tapi lebih dari cukup untuk membentuk produk hukum yang berkualitas.

Kemudian soal jaminan anggaran yang telah dipakai perlu dituangkan dalam materi Perppu tersebut. Sangat krusial sekali dan menjadi kunci sukses dalam sebuah Pelaksanaan Pilkada, seperti dibelahan Indonesia bagian Timur. Dimana salah satu kabupaten hingga kini salah satu penyelenggara ad hoc belum mendapatkan haknya. Sangat miris sekali. Berkaca dari hal tersebut, perlu ada muatan materi soal antisipasi jika macetnya anggaran di daerah.

Rakyat Butuh Pendidikan Politik
Para pegiat Pemilu juga tidak ketinggalan untuk memberikan rekomendasi soal masyarakat yang butuh informasi terkait Pilkada. Media ramai memberitakan soal virus Corona, namun jangan sampai terlupakan informasi serta perkembangan segala dinamika yang terjadi soal Pilkada.

Paling penting adalah Informasi yang mendidik untuk pemilih, karena Pilkada akan berjalan baik jika pemilihnya memiliki pengetahuan lebih serta aktif dari gerakan simbiosis mutualisme tersebut. Kemudian penyelenggara turut responsif jika ada masyarakat ingin mengetahui perkembangan perhelatan Pilkada di daerah. Salah satunya peranan media Humas yang tugas pokoknya untuk tetap menjadi sumber ilmu pendidikan politik untuk masyarakat luas.

Kenali Sistem LAPOR !


Halo, Sahabat Ombudsman Karimun!

Tahukah kalian bahwa sistem ke­ter­bukaan informasi, akun­ta­bi­litas pemerintah, dan pe­la­yan­an publik yang lebih baik sudah dilakukan Indonesia sejak 7 tahun yang lalu. Upaya itu melalui sistem pengaduan yang bernama LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat).

Hadir sejak 2012 atas inisiatif Pre­si­den Susilo Bambang Yu­dho­yo­no (SBY). LAPOR! (Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat) merupakan sebuah sarana aspirasi dan pengaduan berbasis media sosial yang mudah diakses dan terpadu dengan 81 Kementerian/Lembaga, 5 Pemerintah Daerah, serta 44 BUMN di Indonesia. LAPOR! dikembangkan oleh Kantor Staf Presiden dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pengawasan program dan kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan dan pelayanan publik.

LAPOR! diinisiasikan oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP-PPP) dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat sekaligus interaksinya dengan pemerintah dalam rangka pengawasan program pembangunan dan pelayanan publik.

Hingga April 2015, LAPOR! telah digunakan oleh lebih dari 290.000 pengguna dan menerima rata-rata lebih dari 800 laporan masyarakat per harinya. LAPOR! menjadi cikal-bakal sistem aspirasi dan pengaduan masyarakat yang terpadu secara nasional.

Aplikasi LAPOR! ini adalah produk berbasis teknologi informasi hasil kerjasama antara Kemenpan-RB, Kantor Staf Presiden, Ombudsman RI, dan US-Aid, serta didukung juga oleh Kemendagri. Aplikasi ini juga salah satu implementasi dari UU No. 25/2009 tentang Pelayanan Publik dan Perpres 76/2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik.

Melalui aplikasi LAPOR! Ini, masyarakat dapat mengadukan tentang keluhan layanan publik dan memberikan aspirasi dan masukan di Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Dengan kata lain, aplikasi ini dimaksudkan juga untuk menjembatani interaksi antara masyarakat dan pemerintah daerah, karena sesuai dengan amanat UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, masyarakat mempunyai hak dalam mengawasi pelayanan publik.

Saat ini LAPOR! telah terhubung dengan 34 Kementrian, 145 Lembaga, 34 Provinsi, 416 Pemerintah Kabupaten dan 98 Pemerintah Kota. Untuk mempermudah Sahabat dalam menyampaikan laporan kepada Provinsi, Kabupaten maupun Kota yang ingin dilaporkan kami akan menyampaikan kode unik (prefix) SMS untuk daerah tersebut.

Jadi, laporan Sahabat bisa segera masuk  ke Pemerintah daerah yang dituju. Misalnya saja Sahabat ingin melaporkan adanya jalanan yang berlubang di daerah Kabupaten Karimun yang menyebabkan kemacetan dan ingin melaporkan lewat SMS, silahkan ketik KARIMUN beserta laporan kejadian ke-1708 maka Pemda Kabupaten Karimun dapat segera menanggapi aduan Sahabat tanpa melewati proses verifikasi oleh Admin Nasional. Mudah bukan? Tunggu apa lagi, #AyoLAPOR!



NB : Beberapa Penghargaan

1. Peraih tiga besar nominasi Government Web Award dalam Bubu Awards v.08, Juni 2013.
2. Menjadi salah satu inisiatif terbaik dunia yang dipresentasikan dalam ajang Open Government Partnership Summit 2013 di London.

Menyikapi Perayaan Kelulusan SMA di Karimun


UJIAN Nasional Berbasis Komputer (UNBK)  di tingkat SMA sederajat telah berakhir pada tanggal 8 April 2019. Namun masih banyak kisah dan cerita yang patut kita renungkan setelah berakhirnya Ujian Nasional 2019 tersebut.

Hari kelulusan memang selalu ditunggu-tunggu oleh para pelajar. Khususnya siswa SMA di Kabupaten Karimun Kepulauan Riau. Namun di hari itu pula aksi corat-coret seragam marak terjadi. Serta huru-hara yang dilakukan oleh sebagian para pelajar dengan cara melakukan konvoi kendaraan bermotor. Meskipun di tahun ini pengumuman kelulusan bertepatan pada bulan puasa Ramadhan akan tetapi mereka tetap dengan huru-hara dengan mencoret seragam sekolahnya dan konvoi kendaraan bermotor di jalanan.

Baca juga : Bimbel Gratis PMII

Yang lebih gila lagi, mereka banyak melanggar aturan lalu lintas, hingga ada juga yg sampai menelan korban jiwa. Meski sudah banyak larangan dari kepolisian mengenai konvoi saat hari kelulusan, nyatanya tiap tahun konvoi ini menjadi tradisi.

Seperti di tahun – tahun sebelumnya, fenomena coret – coret baju dan konvoi masih mewarnai cerita para pelajar setelah pelaksanaan Ujian Nasional selesai. Seolah sudah menjadi tradisi bagi para pelajar di indonesia.

Sebenarnya, dari pihak sekolah juga sudah mengupayakan pencegahan agar anak didiknya tidak melakukan aksi corat-coret, konvoi, dan hura hura. Namun sayangnya semua larangan itu hanya sebatas omong-kosong belaka. Kenapa demikian?, tidak adanya sanksi yang tegas membuat para pelajar ini tak merasa takut.

Baca juga : KEPRI Darurat Narkoba !

Coba perhatikan di medsos, hari kelulusan memang seperti menjadi hari hura-hura, bebas melakukan apa saja. Tapi kita jangan berpikiran buruk, walaupun banyak siswa yang rela melepas jilbabnya demi lebih leluasa untuk berhura-hura, namun saya yakin pasti jarang ada yang berpesta, apalagi sudah jelas-jelas dilarang. Yang lebih mengkhawatirkan jika mereka pesta narkoba, mau jadi apa mereka nantinya?.

Kesenangan sesaat yang mereka lakukan ini benar-benar tidak bermanfaat. Yang perlu diingat adalah apa yang akan mereka lakukan setelah lulus ? Jika budaya kita masih buruk dan sikap yang tidak pernah berubah maka para lulusan ini hanya akan menjadi beban negara. Sebab mereka hanya akan menambah jumlah pengangguran di Indonesia. Dan tanpa sadar ia telah melukai hati orang tuanya.

Tak semua orang tua siswa kaya atau mampu, adakalanya sangat minim penghasilan, hingga ia rela hutang membelikan baju si anaknya. Tapi sang anak rela mencoret-coret bajunya tatkala pengumuman kelulusan. Apakah seperti ini jiwa pelajar, guru mengabdi sebagian siswa melukai.

Lalu kemana arah dan tujuan hidup mereka?

Mungkin mereka pikir dengan corat-coret dan hura-hura dapat menentukan jalan hidup mereka kedepannya. Perlu digaris bawahi, bahwa kelulusan bukanlah akhir dari pendidikan, justru ini akan menjadi gerbang utama yang akan menentukan kehidupan selanjutnya.

Bagi siswa SMP, maka mereka akan menentukan sekolah mana yang akan mereka pilih, apakah SMA, SMK, MA, atau mungkin mereka sudah gugur sejak awal untuk melanjutkan sekolah. Bagi lulusan SMA sederajat, ini akan menjadi pilihan yang lebih sulit, sebab walaupun mereka ingin berkuliah namun tidak semua dari mereka dapat berada di perguruan tinggi.

Banyak pilihan yang harus mereka pilih, apakah kuliah di PTN atau mungkin di PTS yang masih mempunyai kualitas. Atau yang lebih parah mereka akan masuk dalam perguruan tinggi abal-abal. Asalkan mereka punya banyak dana, maka kuliah bisa diatur, yang penting dapat ijazah. Dan diantara pilihan nasib yang lain, ada yang melamar pekerjaan.

Mereka akan tahu betapa susahnya mencari pekerjaan di negeri ini. Kesana kemari ditolak, atau jika diterima hanya sebagai OB, helper, security, sales, atau mereka akan masuk ke dalam dunia industri dimana para pengusaha membutuhkan tenaga mereka namun jumlahnya tidak banyak. Dan diantara pilihan terakhir adalah mereka akan mendapat gelar pengangguran.

Sungguh disayangkan jika kita belum bisa merubah budaya yang selama ini sudah menjadi tradisi turun temurun, walaupun sebenarnya kita semua tahu bahwa budaya itu sangat buruk dan tidak membawa manfaat.

Entah sampai kapan negara ini melahirkan lulusan lulusan yang hanya dapat berhura-hura dengan kemampuan biasa-biasa saja. Apakah kita dapat mengakhiri budaya buruk ini? Kita lihat saja nasib bangsa ini 10 tahun mendatang.

Penulis : Bachri Jamal
Ketua Komisariat PMII STIE Cakrawala Karimun

Come Back Bung !!



Iman atau ilmu agama dan ilmu pengetahuan mestinya ada kerja sama yg erat guna mengantar manusia menyadari kehadiran Yang Maha Esa itu. Iman menentukan ke arah yg ingin di tuju sedangkan ilmu mempercepat sampai ke tujuan. Iman menyesuaikan manusia dgn jati dirinya, sedang ilmu menyesuaikannya dgn lingkungannya.

Dalam isitilah "Multiple Intelligences", ada 7 macam intelegensia yang dapat digunakan manusia mendekati dunia sekelilingnya. Inilah pandangan Howard Gardner dalam bukunya The Unschooled Mind. Diantara ketujuh macam itu adalah bahasa, analisa matematika yang logis, musik, penggunaan jasmani untuk mencipta / menanggulangi sesuatu, memahami diri dan memahami orang lain.

Perhatikanlah lalat, laba-laba atau lebah yg begitu disiplinnya mereka. Siapa sangka Raja Mongol dan Cucu Genghis Khan (1167-1227 M), yg menguasai Iran, Delhi, sampai Damaskus dan Turki, menarik pelajaran dari seekor semut yg mengangkut muatan besar menuju tebing yang tinggi. Berkali-kali semut itu terjatuh, tetapi ia tidak berputus asa dan mulai lagi sampai akhirnya ia berhasil. Demikian semangat juang diraih melalui seekor semut oleh panglima Mongol yang memporakporandakan Bagdad itu.

Cerita diatas sama halnya kegigihan yang dilakukan 2 tim terbaik inggris yang mencapai final di UEFA Champions League (UCL), dengan gigih mereka membalikan keadaan (come back) dan berhasil berpindah dari satu takdir ke takdir lainnya dan berjaya.

Walau ada perbedaan pendapat pakar menyangkut data dan teori (semut dan UCL) ilmiah di atas. Yang jelas, tanpa mengetahui hakikat ilmiah secara mendalam, kita dapat menarik pelajaran dari hal-hal sederhana yang sehari-hari dapat kita lihat. Dan semoga makin banyak lagi bekal kita saat menemui-Nya kelak.

Selamat Berpuasa 😁

Stop Perkawinan Anak Dibawah Umur


Masa remaja dipandang sebagai peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Masa ini dimulai dengan timbulnya perubahan secara fisik, yakni usia sekitar 11/12 tahun, sampai dengan usia 21/22 tahun. Pandangan tradisional lebih mendasarkan usia remaja pada pertumbuhan fisiologis (sampai dengan usia 18 tahun). Masa remaja dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal, masih banyak ciri masa anak yang terbawa.

Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat, serta pergaulan yang masih banyak bersama dengan teman-teman dari jenis kelamin yang sama. Merupakan remaja pertengahan dari kelanjutan perkembangan masa remaja awal.

Lalu pada masa remaja akhir, tingkah laku remaja sudah lebih dewasa, dan lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan yang mandiri. Akan tetapi pada masa kini remaja sudah terbiasa dengan pergaulan bebas dan seks bebas yang mengakibatkan pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan saat wanita masih dibawah umur 16 tahun dan 19 tahun untuk pria.

Pada dasarnya, pernikahan dini banyak terjadi dari dulu sampai sekarang. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi problem pernikahan dini dimasyarakat sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat baik dari kelas atas, menengah, bahkan kalangan bawah.

Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena banyaknya masalah sosial dan politik yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan anak dibawah umur. Adapun dampak buruk dari perkawinan anak dibawah umur adalah tingginya angka perceraian dimasyarakat.

Selain itu, perkawinan anak berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkawinan anak memaksa anak putus sekolah dan menjadi pengangguran sehingga menghambat program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah. Dengan lebih dari 90% perempuan usia 20-24 tahun yang menikah secara dini tidak lagi bersekolah, tidak heran bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia mengalami penurunan.

Lalu masalah lain lagi, perkawinan anak menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data global menunjukkan bahwa bagi anak perempuan yang menikah sebelum umur 15, kemungkinan mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga meningkat 50%. Selain karena ketimpangan relasi kuasa, para pengantin muda cenderung penuh emosi sehingga gampang emosi.

Kemudian perkawinan anak juga menyebabkan berbagai isu kesehatan. Tingginya AKI (angka kematian ibu) setelah melahirkan disebabkan karena ketidaksiapan fungsi-fungsi reproduksi ibu secara biologis dan psikologis. Karena anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.

Selain kesehatan ibu, angka kematian bayi bagi ibu remaja juga lebih tinggi dan 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur. Saran penulis, sebaiknya usia pernikahan dalam Undang-Undang Perkawinan seharusnya dinaikkan menjadi minimal 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Kemudian terkahir, sebagai penutup diperlukan pendidikan seks yang komprehensif sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pendidikan ini penting untuk menekankan pada aspek kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial. Dengan meraih pendidikan seksual terpadu yang diberikan kepada para remaja dibantu pula dengan dukungan, bantuan dan pengarahan dari orang tua yang menekankan akan tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan atas seksualitas dan kesuburan mereka sendiri.

Penulis : Evi Zuraida
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Kampus : Universitas Karimun

Masyarakat Mengeluh Akan Perubahan Dari Mitan ke Gas


Konversi minyak tanah ke elpiji (Liquefied Petroleum Gas) ternyata kedodoran. Daerah - daerah yang menjadi target konversi mengeluh karena tiba - tiba minyak tanah menghilang, jikapun ada harganya mahal karena tidak ada lagi subsidi. Di Kabupaten Karimun banyak rakyat miskin dan pedagang kecil kelabakan karena depo minyak menghilang. Padahal minyak tanah masih sangat di butuhkan rakyat miskin yang tak mampu membeli gas, meski tabung gas berisi 3 kg elpiji sudah diberikan gratis oleh pemerintah.

Kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji itu memang bertujuan baik, yaitu mengurangi subsidi minyak tanah untuk keperluan rumah tangga yang nilainya cukup banyak. Tapi sayang, dalam menentukan kebijakan konversi itu akhirnya memberikan problem di masyarakat. Sejak awal, misalnya pemerintah tidak konsisten dalam menentukan kebijakan konversi minyak tanah.

Seandainya saja saat itu kebijakakan konversi minyak tanah ke elpiji terus berjalan, niscaya masyarakat akan lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan energinya. Kompor misalnya, tidak hanya bisa di pakai untuk membakar, tapi juga membakar briket, arang, kayuan - kayuan, arang batok dan lain lain.

Tapi sayang suasana sudah tepat itu tiba tiba berubah secara mendadak. Konversi pemakaian minyak tanah ke elpiji bagi masyarakat kecil niscaya akan menimbulkan banyak masalah. Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Pertama, dari aspek fisik. Minyak tanah bersifat cair sehingga transportasinya mudah, pengemasannya mudah, penjualan eceran pun mudah. Masyarakat kecil misalnya bisa membeli minyak tanah hanya 1500 ml sampai 0,5 liter.

Mereka dapat membawanya sendiri dengan mudah. Minyak tanah 1500 ml - 0,5 liter bisa juga di masukan ke plastik, kondisi ini tak mungkin bisa dilakukan untuk pembelian elpiji. Ini karena elpiji dijual pertabung yang isinya 3 kg dengan harga Rp. 25.000,- masyarakat jelas tidak mungkin bisa membeli elpiji hanya 3 kg, lalu membawanya dengan plastik.

Kedua, dari aspek kimiawi. Elpiji jauh lebih mudah terbakar di banding minyak tanah. Secara fisika dan kimia (minyak tanah dan elpiji) tersebut, kita memang kayak mempertanyakan sejauh mana efektivitas dan keamanan kebijakan konversi tersebut. Sejak adanya kebijakan konversi itu, minyak tanah jarang di temukan. Kalaupun ada harganya sangat tinggi sehingga masyarakat tak sanggup membelinya.

Sementara itu, kalau mau beli gas mereka harus membeli 3 kg atau satu tabung elpiji yang harganya berkisar Rp. 25.000,- kondisi ini tampaknya belum di perhatikan oleh pemerintah. Bagi masyarakat kecil membeli bahan bakar Rp. 25.000,- sangat memberatkan, karena penghasilan mereka tiap hari hanya cukup untuk makan sehari, bahkan terkadang kurang. Ini berbeda dengan minyak tanah yang bisa dibeli eceran satu bahkan setengah liter sekalipun. Dari aspek ini kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji akan menimbulkan masalah seperti yang di sebutkan di atas.

Pemerintah kurang peka melihat kondisi masyarakat yang ada di Kabupaten Karimun yang sebagian besar penghasilannya pas pasan. Mestinya kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji dilakukan secara selektif. Masyarakat kecil tetap di biarkan memilih untuk sementara waktu, apakah menggunakan minyak tanah atau elpiji yang keduanya di subsidi.

Sementara itu masyarakat yang mampu diharuskan memekai elpiji. Untuk itu perlu ada pendataan penduduk miskin yang akurat di tiap-tiap daerah, seperti Kecamatan Karimun, Kecamatan Tebing, Kecamatan Meral, agar pemberian subsidi tersebut TEPAT SASARAN.

Selain itu, ada keluhan dari masyarakat dalam sebuah kunjungan setiap daerah daerah yang konon menurut pemerintah sudah diberi tabung elpiji gratis, saya menemukan keluhan dari masyarakat yaitu dari segi cara pemakaian dan antisipasi masyarakat jika ada masalah pada tabung gas (elpiji) masih kurang, karena masyarakat banyak yang tidak tahu cara menggunakannya dan semestinya harus ada sosialisasi di semua daerah daerah setempat yang ada di kabupaten karimun ini tentang cara penggunaan elpiji dan gas agar masyarakat tidak lagi takut untuk mencoba memakainya.

Dalam kaitan ini, kondisi masyarakat dan daerah daerah yang bersangkutan meskinya di kaji terlebih dahulu oleh pemerintah sebelum menetapkan kebijakan konversi minyak tanah ke elpiji diatas.

Penulis : Adek Saraswati
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Kampus : Universitas Karimun

Analisis Perencanaan Pembangunan di Desa Penarah, Kec. Kundur Utara, Kab. Karimun


Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang memiliki beribu-ribu pulau dan sedikit daratan. Dengan daerah yang banyak, maka pemerintah memberikan hak otonomi yang kita kenal Otonomi Daerah. Pemberlakuan sistem penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam Otonomi sudah sangat lama, yaitu sejak tahun 2001 (menggunakan UU No.22/ 1999 tentang Pemerintah Daerah) dan pada tahun 2004 (menggunakan UU No.32/ 2004 sebagai revisi Undang-undang sebelumnya) sampai sekarang. Dalam dua Undang-undang tentang Pemerintah Daerah tersebut telah diberlakukan sistem desentralisasi.

Dengan adanya sistem ini Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan besar untuk merencanakan, merumuskan dan melaksanakan kebijakan dalam program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Di dalam sistem Desentralistik dan Otonomi Daerah, melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab Pemerintah Daerah untuk secara proaktif mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat.

Tanggung jawab ini merupakan konsekuensi logis dari salah satu tujuan diberlakukannya Otonomi Daerah. Maka dari itu dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah akan sangat bergantung pada kesiapan Pemerintah Daerah dalam menata sistem pemerintahannya agar tercipta pembangunan yang efektif, efesien, transparansi, dan akuntabel serta mendapat partisipasi dari masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahannya.

Sesuai dengan amanat Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam penyelenggaraan Otonomi Daerah dipandang perlu untuk menekankan pada prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (Good Governance) dan pemerintahan yang bersih (Clean Governance) dalam mewujudkan pembangunan daerah yang Desentralistik dan Demokratis khususnya di Kabupaten Karimun.

Karimun mulai memekarkan wilayahnya untuk menjadi sebuah kabupaten yaitu kabupaten karimun, yang semula sebuah kecamatan. Kabupaten Karimun dibentuk berdasarkan Undang-undang nomor 53 tahun 1999. Pada awal terbentuknya wilayah Kabupaten karimun, wilayah ini terdiri dari tiga kecamatan diantaranya yaitu Kecamatan Karimun, Moro dan Kundur. Selanjutnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 16 tahun 2001, maka wilayah Kabupaten karimun dimekarkan menjadi 8 kecamatan, dan akhirnya berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Karimun nomor 10 tahun 2004 dimekarkan lagi menjadi 9 kecamatan yaitu Kecamatan Karimun, Meral, Tebing, Kundur Kota,Kundur Barat, Durai, Moro, Buru dan Kecamatan Kundur Utara.

Kesuksesan pembangunan kabupaten/kota sangat bergantung kemampuan birokrasi pemerintah dalam menggerakan pembangunan ditingkat desa, karena Desa memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Bukan hanya dikarenakan sebagian besar rakyat Indonesia bertempat tinggal di desa, tetapi desa memberikan sumbangan besar dalam menciptakan stabilitas nasional. Pembangunan desa bertujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Desa Penarah merupakan bagian wilayah administratif di Kecamatan Kundur Utara yang sedang berkembang pesat pembangunanya. Maka dalam penyelenggaraan pembangunan di Desa Penarah diperlukan organisasi yang mampu menggerakan masyarakat agar masyarakat Desa Penarah mau berpatisipasi dalam melaksanakan pembangunan desa serta melaksanakan administrasi pembangunan desa. Sehingga pembangunan yang ada di Desa Penarah dapat berjalan secara rasional, tidak hanya didasarkan pada tuntutan emosional yang sukar dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Berdasarkan  hasil penelitian yang dilaksanakan pada perencanaan pembangunan di Desa Penarah Kecamatan Kundur Utara Kabupaten karimun, maka  dapat diinterprestasikan bahwa analisis perencanaan pembangunan di Desa Penarah Kecamatan Kundur Utara Kabupaten Karimun dikategorikan “Cukup Setuju”, hal ini dapat dilihat dari tanggapan responden yang menjawab sangat setuju berjumlah 157 responden atau sekitar 7,40%,sedangkan responden yang menyatakan setuju berjumlah 388 atau sekitar 18,29%, berikutnya responden yang menyatakan cukup setuju berjumlah 814 atau 38,38%, responden yang menyatakan kurang setuju berjumlah 645 atau 30,41% dan yang terakhir responden yang menyatakan tidak setuju berjumlah 117 atau 5,52%.

Hal ini dapat dilihat dari jawaban responden dan berdasarkan hasil riset analisis perencanaan pembangunan di Desa Penarah Kecamatan Kundur Utara Kabupaten Karimun dinyatakan “Cukup Setuju”.

Penulis : Ita Purnama Sari
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Kampus : Universitas Karimun

Antara Melihat Peluang Dengan Melihat Uang

Doc 2018 : Saat memberi materi pada Sekolah Islam Gender (SIG) Korps Putri PMII Karimun

Melihat peluang ketika hujan turun itu sangat luar biasa, merupakan tindakan yang cerdas bila mampu mendatangkan pundi-pundi rupiah.

Begitu juga melihat ajang pesta politik dari sisi peluang materi terhadap masa depan. Dengan membandingkan 2 musim ini, kita membandingkan apapun musimnya pastilah kita terkena dampaknya.

Berdiam seharian dikamar ketika musim hujan pun akan merasakan air hujan ketika ingin mandi. Begitu pula dengan musim politik. Golput anda -karena tidak ada kandidat yang menawarkan uang- maka jangan marah dan memaki kepada lembaga negara ketika pembangunan segala lini di Indonesia tidak berpihak pada selera anda !

Beginilah cara manusia bertahan, dengan perumpamaan seperti ini kita bisa berfikir sehat dan logis. Salah satu metode pendekatan dari ragam cara yang ada di otak manusia.