Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]
Home » , » Stop Perkawinan Anak Dibawah Umur

Stop Perkawinan Anak Dibawah Umur


Masa remaja dipandang sebagai peralihan antara masa anak-anak dengan masa dewasa. Masa ini dimulai dengan timbulnya perubahan secara fisik, yakni usia sekitar 11/12 tahun, sampai dengan usia 21/22 tahun. Pandangan tradisional lebih mendasarkan usia remaja pada pertumbuhan fisiologis (sampai dengan usia 18 tahun). Masa remaja dapat dibagi menjadi beberapa periode, yaitu remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun). Pada masa remaja awal, masih banyak ciri masa anak yang terbawa.

Perubahan fisik yang terjadi dengan cepat, serta pergaulan yang masih banyak bersama dengan teman-teman dari jenis kelamin yang sama. Merupakan remaja pertengahan dari kelanjutan perkembangan masa remaja awal.

Lalu pada masa remaja akhir, tingkah laku remaja sudah lebih dewasa, dan lebih mempersiapkan diri untuk kehidupan yang mandiri. Akan tetapi pada masa kini remaja sudah terbiasa dengan pergaulan bebas dan seks bebas yang mengakibatkan pernikahan dini. Pernikahan yang dilakukan saat wanita masih dibawah umur 16 tahun dan 19 tahun untuk pria.

Pada dasarnya, pernikahan dini banyak terjadi dari dulu sampai sekarang. Seiring dengan berkembangnya zaman dan kemajuan teknologi problem pernikahan dini dimasyarakat sangat banyak terjadi dikalangan masyarakat baik dari kelas atas, menengah, bahkan kalangan bawah.

Seharusnya hal ini tidak boleh terjadi, karena banyaknya masalah sosial dan politik yang melatarbelakangi terjadinya perkawinan anak dibawah umur. Adapun dampak buruk dari perkawinan anak dibawah umur adalah tingginya angka perceraian dimasyarakat.

Selain itu, perkawinan anak berdampak buruk pada kualitas sumber daya manusia Indonesia. Perkawinan anak memaksa anak putus sekolah dan menjadi pengangguran sehingga menghambat program wajib belajar 12 tahun yang dicanangkan pemerintah. Dengan lebih dari 90% perempuan usia 20-24 tahun yang menikah secara dini tidak lagi bersekolah, tidak heran bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia mengalami penurunan.

Lalu masalah lain lagi, perkawinan anak menyebabkan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Data global menunjukkan bahwa bagi anak perempuan yang menikah sebelum umur 15, kemungkinan mereka mengalami kekerasan dalam rumah tangga meningkat 50%. Selain karena ketimpangan relasi kuasa, para pengantin muda cenderung penuh emosi sehingga gampang emosi.

Kemudian perkawinan anak juga menyebabkan berbagai isu kesehatan. Tingginya AKI (angka kematian ibu) setelah melahirkan disebabkan karena ketidaksiapan fungsi-fungsi reproduksi ibu secara biologis dan psikologis. Karena anak perempuan berusia 10-14 tahun berisiko lima kali lipat meninggal saat hamil maupun bersalin dibandingkan kelompok usia 20-24 tahun, sementara risiko ini meningkat dua kali lipat pada kelompok usia 15-19 tahun.

Selain kesehatan ibu, angka kematian bayi bagi ibu remaja juga lebih tinggi dan 14% bayi yang lahir dari ibu berusia remaja di bawah 17 tahun adalah prematur. Saran penulis, sebaiknya usia pernikahan dalam Undang-Undang Perkawinan seharusnya dinaikkan menjadi minimal 19 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan.

Kemudian terkahir, sebagai penutup diperlukan pendidikan seks yang komprehensif sejak tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pendidikan ini penting untuk menekankan pada aspek kesehatan reproduksi serta tanggung jawab moral dan sosial. Dengan meraih pendidikan seksual terpadu yang diberikan kepada para remaja dibantu pula dengan dukungan, bantuan dan pengarahan dari orang tua yang menekankan akan tanggung jawab anak laki-laki dan perempuan atas seksualitas dan kesuburan mereka sendiri.

Penulis : Evi Zuraida
Jurusan : Ilmu Administrasi Negara
Fakultas : Ilmu Sosial dan Politik
Kampus : Universitas Karimun

0 komentar: