Bila engkau bukan anak raja, juga bukan anak ulama besar, maka Menulislah. [Imam Al Ghazali]

Bukti Mahasiswa Maritim Ada di Produk Ilmiahnya


Poros Maritim Dunia bertujuan menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang besar, kuat, dan makmur melalui pengembalian identitas Indonesia sebagai bangsa maritim. Banyak sekali aspek yang ingin ditingkatkan dalam upaya mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Paling mentereng adalah revitalisasi sektor-sektor ekonomi kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim. Namun tulisan ini tidak membahas tentang itu secara detail. Sebab penulis lebih tertarik pada peningkatan kualitas dan kuantitas SDM kelautan, karena manusialah yang menjadi objek dan subjek dari segala sesuatu eksitensi dunia ini, sehingga peranannya begitu vital dalam pembangunan indonesia pada platfrom maritim.

Pembangunan Poros Maritim meliputi lima pilar, salah satunya membangun budaya maritim Indonesia. Budaya yang saya artikan sendiri ialah pikiran; akal budi yang sulit dirubah karena kebiasaan. Budaya kemaritiman belum 100 ℅ penuh dilakukan rakyat indonesia, berbagai cara dilakukan pemerintah kita dan rakyatnya. Salah satunya melalui tulisan ini, semoga budaya yang saya maksud mengakar pada semangat kita dalam memajukan maritim di KEPRI, entah apapun itu caranya. Terpenting proses harus dilalui dengan tahap demi tahap.

Saya menilai Pemerintah Daerah kita sudah melakukan sebuah tahapan yang baik, dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi KEPRI. Harus kita apresiasi, karena telah berhasil memenangkan perkara sehingga berhak untuk memungut retribusi atas pemanfaatan ruang laut pada sidang lanjutan penyelesaian sengketa peraturan perundang-undangan melalui jalur nonlitigasi yang digelar di Direktorat Peraturan Perundangan-undangan Kementerian Hukum dan HAM RI di Jakarta.

Atas kinerja mereka ini perlu kita contohi bersama. Yakni semangat mereka dalam memperjuangkan aspirasi rakyat -salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi- untuk kemakmuran dan kemajuan daerah. Bahkan semangat yang ingin kita contohi secara sadar telah menjemput mereka untuk lebih leluasa dalam mengelola laut KEPRI ini, alih-alih berjuang dalam tataran birokrasi mereka pun nantinya tentu akan perlu masukan dan dari kalangan mahasiswa.

Namun, masalahnya mahasiswa lupa dengan potensi lautan yang ada, jelas sudah ini menjadi sebuah hal yang urgen. Kesadaran tempat yang telah lama diduduki belum terasa, masih banyak orientasi generasi di KEPRI menutup mata dan telinga untuk menyelami laut KEPRI yang kaya ini. Jangan sampai kita yang notabane "anak tempatan" tidak ikut andil dalam memajukan laut hanya karena masalah orientasi.

Kita akui bersama SDM di KEPRI belum memadai untuk menangani persoalan laut, orientasi pembangunan lebih terpusat pada alokasi sumber daya pembangunan di darat. Padahal, dari sisi potensi ekonomi, tidak sedikit wilayah laut menjadi pundi-pundi rupiah. Seperti yang diperjuangkan Pemrov KEPRI barusan saya ulas di atas, persoalan ruang laut. Spesifiknya, lego jangkar yang sekarang sudah resmi dikelola Pemerintah Provinsi KEPRI, disasar akan meraup untung Rp 60 Milliar dan masuk ke PAD.

Jumlah uang yang sebanyak itu, sebaiknya nanti tidak hanya dialokasikan kepada sektor pembangunan di darat tapi tetap memikirkan laut dan SDM KEPRI yang paling utama. Sehingga, PAD dari lego jangkar saja yang ditargetkan 60 Milliar, dengan adanya SDM yang berkualitas nantinya bukan tidak mungkin pemerintah mematok lebih dari itu.

Mau tidak mau, menempatkan laut sebagai prioritas dari pembangunan ekonomi Provinsi KEPRI harus diimbangi dengan pembangunan SDM. Maka saya lebih menitikberatkan pada aspek pendidikan. Dimana laut menjadi sebuah tema besar dalam khazanah keilmuan maritim di indonesia khususnya di Bumi Segantang Lada ini.

Politeknik Maritim yang pernah didengungkan pejabat hanya buaian belaka. Padahal harapan besar tertumpu pada perguruan tinggi tersebut. Agar SDM di KEPRI mampu bersaing dengan daerah lainnya, apalagi mampu mengungguli daerah yang dominannya daratan.

Jika Politeknik yang kita harapkan tidak pernah terjadi, masih ada cara lain untuk membangun daerah ini dari sisi pendidikan. Melalui gerakan persuasif  "gaung" mahasiswa yang mengarah kepada tatanan produk-produk ilmiah di setiap Perguruan Tinggi KEPRI. Seperti diskusi - diskusi, menulis artikel, novel (non ilmiah) hingga kajian ilmiah ; seminar, kuliah umum, riset, skripsi, tesis, disertasi, dsb.
Selain itu, harapannya agar kita tidak miskin karya akan keilmuan maritim.

Sebab selama ini, narasi-narasi ilmiah berkaitan maritim hanya tergolong pada jurusan yang sudah lama kita kenal dengan laut. Misalkan ; Ilmu Kelautan, Manajemen Sumber Daya Manusia, Teknologi Hasil Perikanan, Teknik Perkapalan, Budidaya Perairan, dsb.

Jurusan seperi Hubungan Internasional, Ilmu Pemerintahan, Ilmu Komunikasi, Planologi Pendidikan Guru SD dan jurusan dominan yang mengarah ke tatanan darah sangat sedikit bersingguhan dengan laut. Hal ini bisa kita liat hanya beberapa para pegiat maritim di KEPRI diluar jurusan tersebut tidak lebih hanya eksitensi. Saya fikir kita harus keluar dari zona aman, jadi kegiatan mahasiswa KEPRI sudah menuju ke arah pendidikan maritim bahkan konsep pembangunan konkrit yang targetnya menjadi referensi pemerintah.

Bahkan jauh ke atas pasca mengenyam bangku kuliah, LSM, OKP atau lembaga riset kemaritiman pun menurut sepaham saya tidak ada di KEPRI ini. Padahal, kita dikelilingi perairan yang amat begitu luas dan berdekatan dengan salah satu selat tersibuk di dunia. Artinya daerah ini hanya 4 ℅ saja ditumbuhi tanah dengan harta alam dibawahnya, sisanya 96 ℅ adalah air beserta harta karunnya yang belum tereksploitasi semua.

Akhirnya 5 tahun ke depan keadaan KEPRI akan tetap begini saja. Para pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah niscaya lebih berorientasi ke darat dari pada sektor laut. Kini, saatnya kita generasi masa depan KEPRI alihkan pandangan jauh untuk bangsa dan daerah ini. Memulai dari orientasi kemaritiman pada produk-produk ilmiah kita, baik itu di tataran kampus atau pun di organisasi.

Sehingga berkorelasi ke arah pembangunan di masa kita mendatang, dari pembangunan yang semata berbasis daratan (Land based development) menjadi lebih berorientasi kepada pembangunan berbasis kelautan (Ocean based development).

Rudi Saputra
Mahasiswa Universitas Karimun
Jurusan Manajemen Kepelabuhanan dan Pelayaran
Pegiat Maritim pada Isu - isu Lokal dan Nasional

Kolaborasi PMII Bersama Pengamen Jalanan

Foto Kegiatan



Dibawah berikut video kegiatan


Tanggap Bencana, PMII Bantu Donggala dan Palu



PMII Karimun yang terdiri dari pengurus cabang dan komisariat melakukan penggalangan dana korban gempa dan tsunami di Donggala Palu, Minggu (30/9/2018) di Tanjung Balai Karimun pada pukul 10.21 WIB sampai pukul 19.00 WIB.

Aal Aulia yang memimpin langsung jalannya kegiatan mengatakan, bahwa penggalangan dana yang hari ini kami lakukan untuk korban gempa di Donggala, Palu. Hal ini juga sesuai instruksi Pengurus Besar (PB) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) kepada seluruh pengurus cabang yang ada di Indonesia.

Mereka turun dengan beberapa kader dari Komisariat Universitas Karimun dan STIE Cakrawala Karimun dengan masing-masing dipimpin oleh ketuanya. "Bersama para ketua Komisariat kita turun ke jalan dengan lebih banyak dari yang sebelumnya dan juga agak lama, sekitar pukul 19.00 WIB kita selesai." Ujar Ketua Cabang PMII Karimun ini.

Tambahnya, "kita turun ingin meringankan beban saudara kita, musibah ini bukan hanya tanggung jawab mahasiswa saja tapi juga rakyat indonesia untuk saling membantu agar tidak terpuruk dalam suasana duka."

Lalu Ketua PMII Komisariat Endang Tri Wahyuni saat mengkoordinir di simpang RSUD mengatakan, inilah saat yang tepat untuk berbuat baik kepada masyarakat. "Penggalangan dana ini kami anggap sebagai awal yang baik dari kegiatan komisariat PMII Universitas Karimun."

Sementara itu, tidak ingin kalah dengan kompatriotnya, Ketua Komisariat PMII STIE Cakrawala mengaku bangga, karena sejak berita di Donggala dan Palu, PMII cukup tanggap soal bencana alam. "Kolaborasi Cabang dan Komisariat atas respon PB terhadap bencana di sana adalah bentuk kepekaan kita yang langsung diimplementasikan bersama."

Lalu beberapa titik yang menjadi tempat penggalangan dana selain simpang lampu merah RSUD Muhammad Sani, juga di lakukan di persimpangan lampu merah Sei Lakam, Costal Area dan Pasar Maimun, kemudian dana yang berhasil dari kegiatan tersebut terkumpul sekitar 6 juta-an. (Red)

Kapolres Karimun Bersembang Bersama Mahasiswa


Kepolisian Resor Karimun menggelar silaturahmi dan tatap muka dengan sejumlah mahasiswa Karimun di rumah makan Coastal Area Blok A, Sabtu (29/09/2018).

Kegiatan yang dikemas dengan suasana santai dan penuh keakraban ini dilanjutkan dengan makan siang bersama.

Hadir dalam kegiatan ini Kapolres Karimun AKBP Hengky Pramudya S.I.K, Kasat Intelkam AKP I Made Putra Hari Suargana, S.I.K, Kasat Binmas AKP Eriman dan Kapolsek Balai AKP Yanuar Rizal Ardianto S.H, S.I.K serta belasan mahasiswa yang terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa (Ormawa).

Kapolres mengatakan silaturahmi ini harus dijalin dengan baik. Supaya tidak yang menjauhkan antara mahasiswa dan polisi untuk berhubungan. “Kalau Mahasiswa dan Polisi sudah punya hubungan emosional, Karimun pasti tempat yang aman”, kata Hengky.

Disamping itu, pihaknya juga berharap kepada rekan-rekan mahasiswa untuk bisa saling membantu bila membutuhkan satu sama lain. Khususnya dalam memberikan edukasi atau kegiatan positif sehingga mampu memberikan iklim Karimun yang kondusif.

Pada pihak mahasiswa tampak hadir dari PMII, HMI, Hima di kampus Universitas Karimun (UK) dan beberapa mahasiswa UK lainnya. Diskusi berjalan santai, tidak ada raut ketegangan. Karena jajaran Polres Karimun sudah menyiapkan persiapan dari awal acara ini yang bertajuk 'Bersembang Bersame Kantibmas'.

Sementara itu, Kasat Binmas Polres Karimun AKP Eriman mengatakan kegiatan ini dilaksanakan untuk mewujudkan sinergitas antara kepolisian dengan mahasiswa. “Selain itu kegiatan dilaksanakan untuk menjalin silaturahmi dengan Ormawa yang ada di Karimun” jelas AKP Eriman.

“Dengan bersilaturahmi dan bertatap muka dapat digunakan untuk bertukar informasi maupun menyamakan persepsi terkait Kantibmas, sehingga tidak ada keluh kesah mahasiswa atau pun permasalahan yang tidak kami ketahui. Jadi disinilah kita lakukan semacam belanja masalah,” imbuhnya.

MAPABA VI Berjalan Sukses



Pengurus Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Cabang Kabupaten Karimun menggelar kegiatan Masa Penerimaan Anggota Baru (Mapaba) VI tahun 2018.

Mapaba adalah sebuah proses kaderisasi pertama atau masa orientasi PMII kepada mahasiswa sebagai langkah awal untuk masuk menjadi anggota PMII.

Kegiatan Mapaba itu dilaksanakan di Asrama Haji masjid Agung Kabupaten Karimun di jalan Poros, Meral. Di mulai pagi Minggu hingga pagi Senin (24/09/2018).
Dengan mengusung tema “Membentuk Loyalitas, Integrias dan Intelektual Kader Guna Membangun Nilai-nilai Kebangsaan" kegiatan itu berlangsung lancar.

Kegiatan tersebut dihadiri oleh Ketua Mabincab PMII Karimun Parizal, Cabang PMII Karimun Aal Aulia, dan senior-alumni PMII. Acara ini dibuka secara resmi oleh Aal Aulia selaku Ketua Cabang PMII Karimun masa khidmat 2018-2019.
Dalam kegiatan itu setidaknya diikuti oleh 20 orang mahasiswa yang berasal dari dua kampus di Karimun. Yakni kampus Universitas Karimun, STIE Cakrawala Karimun.

Menurut Ketua Pelaksana MAPABA, Sahabat Muhammad Sukri mengatakan, Mapaba merupakan agenda rutin dilakukan sebagai bentuk kaderisasi pengurus PMII Cabang Karimun. Menurut dia, kegiatan itu juga dilakukan karena posisi strategis dan pentingnya  peran dan fungsi mahasiswa sebagai agent of change.
Mahasiswa yang notabennya adalah agen perubahan diharapkan mampu melakukan inovasi dan kreativitas dalam melakukan perubahan yang positif.

Perubahan tersebut dapat diraih apabila mahasiswa mempunyai wadah untuk menyalurkan potensi diri, minat bakat dan sebagainya. Wadah itu salah satunya adalah PMII. "Maka sangat penting bagi mahasiswa untuk dapat berorganisasi di luar kampus. Selain untuk belajar, menggali potensi diri, menambah ilmu pengetahuan dan wawasan hal ini juga dapat memperluas jaringan dan sahabat,” kata dia.

Sementara itu, Ketua Umum PMII Cabang Karimun menyatakan bahwa PMII adalah organisasi Kader yang berideologikan Ahlussunnah Wal Jama’ah dan berasaskan Pancasila.

Menurutnya PMII adalah tempat yang tepat bagi mahasiswa untuk belajar tentang nilai-nilai keislaman dan kebangsaan serta PMII mampu mencegah faham-faham radikal yang akan mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kita sadar kita banyak kekurangan dan hambatan untuk mencapai titik potensial sebagai manusia yang baik. Namun tidak menjadi alasan seorang mahasiswa tidak mampu untuk memperoleh ilmu agama dari sumber yang jelas. Semua ini agar kita terhindar dari faham-faham radikal tersebut,” kata dia.

Dia juga melanjutkan, ciri khas dari PMII, selain menanamkan nilai-nilai spiritual, melalui aktivitas-aktivitas di dalamnya. Secara dialetika diharapkan mampu membentuk pola pikir.
Pola pikir itulah yang menumbuhkan kesadaran mahasiswa akan tanggung jawabnya di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan agama.

Sementara itu, dalam sambutannya, Parizal, menyatakan bahwa kegiatan Mapaba dan berorganisasi sangat penting. Begitu pentingnya berorganisasi dan manfaat yang akan dirasakan ketika nanti dihadapkan oleh realitas kehidupan di masyarakat. “Terus semangat dan terus gali potensi diri dalam organisasi yang adik-adik pilih karena manfaatnya yang begitu besar, imbuhnya.

Tambahnya lagi, PMII adalah separuh kehormatan dari kita. Maka karena PMII-lah saya sampai hari bisa hadir dan bicara disini. "Jika ada keraguan selama berproses berPMII budayakan diskusi. Karen itu budaya kita, budaya kader pergerakan,” tutupnya.

BANOM NU Bertambah, KBNU Karimun Kian Ramai



Norizan didaulat menjadi Ketua Pimpinan Cabang (PC) Ikatan pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) untuk periode tahun 2018/2020.

Norizan berhasil meraih 24 suara sedang rivalnya Zarian Septiawan meraih 1 suara. Sementara Ketua PC Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Karimun menjadi milik Faridah setelah diadakan musyawarah bersama anggota.

Pembentukan pengurus IPNU dan IPPNU diadakan pasca dilaksanakan Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA) di Asrama Haji Masjid Agung. Minggu siang (09/09/18). MAKESTA perdana di tanah Bumi Berazam ini diikuti sejumlah pelajar dengan rincian 27 siswa dan 30 siswi.

Acara dikawal langsung oleh Pengurus Wilayah (PW) IPPNU Provinsi KEPRI. Saat acara berlangsung, Ketua PW IPPMU KEPRI mengatakan, hadirnya IPNU dan IPPNU semoga bermanfaat buat kemajuan daerah yang mereka garap.

"Kami dari Pimpinan Wilayah sangat berharap setelah IPNU dan IPPNU kabupaten karimun resmi terbentuk, IPNU dan IPPNU dapat menjadi wadah bagi para pelajar untuk belajar dan berkembang yg pada akhirnya menyumbang kemajuan Karimun dan Kepri ke depan." Tandasnya.

Pada acara tersebut tampak hadir anggota DPRD Provinsi KEPRI, R. Bakhtiar S. Ag. Kemudian yang tidak boleh ketinggalan tentunya keluarga besar NU Karimun. Seperti, Pengurus Cabang NU, Muslimat, GP Ansor, Fatayat, PMII serta Banom lainnya.

Ku Ingin "Wajah Baru" Negeri Ini


Oleh : M. Mizan Fatoni, A.Md.Kom

Sungguh sangat miris, 73 tahun negeri ini merdeka. Namun tak pernah berdiri dipuncak era, begitu gagahnya para pahlawan memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan NKRI. Namun hari ini, justru kita dengan "gagahnya" membiarkan negeri ini kembali terjajah.

Secara de facto & de jure negeri ini memang telah merdeka, namun jiwa kita masih terbelenggu oleh "kejahatan" masa lalu. KKN, politik adu domba (devide at impera), itu adalah salah satu contoh bahwa negeri ini masih "terbelenggu" oleh masa lalu "belum muve on", begitulah istilah remaja.

Korupsi sudah membudaya dan menjadi hal yang biasa-biasa saja, koruptor dengan santainya melambaikan tangan ke publik dengan senyumnya seakan dengan bangga ingin mengatakan "saya ini koruptor lhoo". Waaw.. dimanakah budaya malunya???.
Begitu juga dengan kolusi dan nepotisme yang tak kalah maraknya terjadi di negeri ini.

#2019GantiPresiden
#2019TetapJokowi
Dua tagar yang viral saat ini. Akankah mencerminkan sebuah demokrasi atau bagian dari kebebasan berpendapat, atau juga bagian dari politik adu domba "devide at impera" yg malah menimbulkan gesekan dinegeri ini ?

Jawaban ada pada diri kita masing-masing, bagaimana menyikapinya. Jangan sampai menimbulkan gesekan yang mencederai keberagaman yg telah menyatukan kita selama ini. Kita tentunya hanya ingin negeri yang aman, damai dan sejahtera.

Untuk saudara-saudara sebangsa dan setanah air mari sama-sama berdo'a siapa pun pemimpin negeri ini semoga menciptakan perubahan positif untuk mewujudkan mimpi Kita bersama yang mendambakan "WAJAH BARU" negeri ini, negeri Baldatun Thayyibatun Wa Robbun Ghofur.

#Salam_perubahan

Perubahan Zaman, "Parlemen Jalanan" Tak Seramai Dulu

Aksi Sosial Penggalangan Dana di Simpang 3 S. Lakam dari PC PMII Karimun, Universitas Karimun serta STIE Cakrawala Karimun tahun 2017

Parlemen jalanan masih jadi tempat yang bagus untuk menyuarakan aspirasi, tentu saja pola mahasiswa kini sudah berubah. Dulu orang mengistilahkan aksi mahasiswa kerap berbau anarkis, sekarang mereka lebih ke aksi damai.

Hal demikian dianggap wajar, karena mahasiswa telah beradaptasi dengan perubahan dunia, termasuk teknologi. Perkembangan teknologi patut kita akui bersama, karena pengaruh tersebut membuat sejumlah aktivis turut mengubah pola gerakannya,  menggunakan media sosial menjadi salah satu sarana menyampaikan aspirasi dan pemikiran kritis transformatif.


Lalu, banyaknya mahasiswa yang lebih aktif dalam kegiatan akademik dan kegiatan ekstra. Membuat gerakan mahasiswa tak lagi seramai dulu, yang akhirnya hubungan sosial mahasiswa mulai agak renggang.

Di saat program Kerja Kuliah Nyata (KKN) akan tampak aslinya, siapa saja mereka yang aktif dan gesit mengaplikasikan ilmu dan pengalaman mereka saat berkuliah dan berorganisasi. Sebab KKN merupakan sebuah permodelan dari dunia kerja sesungguhnya ketika keluar dari kampus dan menyandang gelar sarjana. Atau kata lainnya tolak ukur sebuah kepekaan dari mahasiswa itu sendiri.

Bagi generasi millenial yang banyak menghabiskan waktu di media sosial, sementara di dalamnya banyak berita hoaks, radikalisme, hingga politik yang menggunakan isu SARA dan kebencian. Hal ini harus disadari dan menjadi perhatian sejumlah mahasiswa.

Zaman boleh saja berubah, namun mahasiswa tetap mampu bersikap gigih memperjuangkan nasib rakyat meski tidak lagi segarang dulu.

Senior Harus Khawatir Dengan Kadernya


Aktivitas kemahasiswaan di dalam maupun di luar kampus masih menjadi daya tarik bagi sebagian mahasiswa Karimun untuk meningkatkan kemampuan dan akademik. Apalagi pengalaman berorganisasi sering dibutuhkan untuk mendapatkan pekerjaan atau meniti karir di masa depan.

Namun kepentingan untuk meraih masa depan yang lebih baik serta perkembangan teknologi, memunculan perubahan minat mahasiswa Universitas Karimun (UK) dan STIE Cakrawala Karimun terhadap aktivitas diluar kuliah.

Saat ini, aktivitas di bidang sosial politik, seperti kajian pemikiran sosial dan politik di kalangan mahasiswa, cenderung kurang diminati minati. Unit kegiatan mahasiswa di UK dan STIE Cakrawala Karimun misalnya, yang berkaitan dengan kemampuan olah kepekaan sosial, seperti pers kampus ataupun himpunan jurusan miskin animo, bahkan pers kampus tidak ada di kedua kampus tersebut.

Ketertarikan terhadap sifat aktivitas organisasi kemasyarakatan juga cenderung menurun. Sebaliknya aktivitas yang berkaitan dengan pengembangan kapasitas individual dan berkaitan langsung dengan karakter pekerjaan di masa depan, seperti di bidang riset teknologi dan urusan rintisan lebih diminati.

Hal demikian disinyalir, tidak optimalnya peran organisasi sayap kedua di perguruan tinggi, yakni PMII, HMI, dan GMNI dalam melakukan kaderisasi. Jika ditelusuri jejaknya, untuk IMM saja belum tampak hadir dipermukaan.

Kondisi ini memunculkan "lahan kosong" yang dimanfaatkan oleh pihak lain. Sehingga hal ini merupakan momentum introspeksi diri bagi seluruh anak bangsa, khususnya mahasiswa organisasi eksternal Kabupaten Karimun.

Selain itu, juga kritik bagi elemen bangsa lain seperti Muhammadiyah dan NU yang kurang masif dan agresif dalam mengembangkan gerakan di generasi muda.

Kemudian pula, di era reformasi ini. Kantong-kantong pergerakan intra kampus yang kini melemah. Karena komunitas pergerakan saat Orde Baru yang ada di kampus, telah beralih mencari ruang baru di luar kampus, seperti ke partai politik, profesional, dan pers.

Mereka sudah jarang ke kampus untuk menjaga kaderisasi, akibatnya saat ini banyak mahasiswa yang tidak cukup punya wawasan politik dan kepekaan sosial. Hanya fokus mengejar mimpi terjadinya. Dan ini yang paling penting untuk difikirkan oleh senior ataupun kita pasca berorganisasi!

Kharakteristik Individual Dari Mahasiswa Millenial


Menguatnya penetrasi media sosial membuat perubahan pada pola gerakan mahasiswa. Karena mereka merasakan dengan media sosial sudah bisa mengisikan sikapnya, termasuk untuk mengkritik pemerintah, elite ataupun kebijakan pemerintah.

Perubahan pola gerakan mahasiswa yang sebelumnya cenderung mementingkan aksi kolektif dalam merespon isu sosial politik ini sudah menjadi lebih berbasis subjektivitas individual. Hal ini dikawatirkan akan semakin sulit mengharapkan munculnya gerakan ataupun isu-isu strategis kebangsaan dari mahasiswa. Begitulah tulisan awal pada rubrik 'Aktivitas Mahasiswa' di surat kabar Kompas, Selasa 31 Juli 2008.

Gerakan-gerakan semacam metode diskusi untuk membahas isu-isu terkini, memang masih dilakukan. Tapi menyebarkan informasi melalui media sosial lebih kian marak sebab target yang dicapai adalah generasi milenial kampus.

Dengan adanya perubahan pola gerakan tersebut, akan kian sulit untuk melihat mahasiswa turun kejalan dalam jumlah besar untuk menanggapi isu-isu sosial politik. Selain itu akan menjadi lebih sulit pula menemukan format ideologis untuk menyatukan gerakan-gerakan mahasiswa yang saat ini menjadi sporadis lebih individual.

Melihat jauh ke dalam, pergeseran gerakan mahasiswa dalam cara melihat mencari solusi atas suatu masalah, mahasiswa generasi mineral punya cara menafsirkan -termasuk penulis di blog ini- nilai-nilai kebangsaan dengan cara yang berbeda dengan seniornya.

Namun, pergeseran pola gerakan mahasiswa itu sendiri harus kita yakini sebagai mahasiswa -yang optimis terhadap bangsa dan negara ini. Tidaklah selalu negatif karena merupakan respon atas tantangan zaman yang berbeda pula.

Kendati lebih cenderung ke aksi pribadi, sebagian gerakan mahasiswa tetap memberi dampak yang tidak kalah dari aksi kolektif di masa lalu. Dengan memanfaatkan teknologi mahasiswa bisa menginisiasi petisi daring, lalu ada pula yang menawarkan solusi berupa pembentukan perusahaan rintisan.

Salah satu tantangan mahasiswa saat ini, justru memfasilitasi dan mengkanalisasi gerakan-gerakan individual yang mahasiswa itu sendiri.

Kini percayalah, mahasiswa bertranformasi dalam bentuk berbeda, tidak sepenuhnya melemah. Karena mereka sedang berupaya mencari gaya dalam mengartikan kepekaan sosial yang boleh jadi berbeda dengan pemahaman sosok-sosok pergerakan di masa lalu. Menurut Aditya Perdana, Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia.

Maka jika ditarik kesimpulan, mahasiswa saat ini cenderung memberikan perhatian pada isu yang bersentuhan langsung dengan kehidupan mereka seperti uang kuliah atau pemilihan rektor, dll.

Sumber : Harian Kompas judul asli "Gerakan Kolektif Berubah Bentuk"

4 Kekeliruan Pandangan Marxisme


Dengan berlalunya waktu, berbagai pandangan Marxisme semakin jelas penampakkan kekeliruannya sehingga mencoreng muka mereka sendiri. Umpama berkaitan dengan peristiwa revolusi Islam di Iran. Meletusnya revolusi yang menggegerkan tersebut telah menuding hidung masyarakat kita yang telah melakukan kesalahan dan kekeliruan dalam memandang keberadaan agama serta proses perubahan sosial.

Diantaranya, Marxisme mengatakan bahwa keberadaan agama tak lebih sebagai candu masyarakat. Agama telah menjadikan masyarakat lunglai, lesu, hina, pasrah dan kecanduan. Akan tetapi di negeri jiran ini kita melihat memiliki 35 juta saksi yang bisa mengatakan bahwa alih-alih membuat lesu, agama justru telah menghembuskan semangat dan menginspirasikan pergerakan kepada masyarakat. Ini merupakan salah satu bentuk pandangan mereka yang keliru dan amat memalukan.

Kekeliruan kedua dari pandangan Marxisme adalah ketika mereka mengatakan, "Kerusakan moral merupakan akibat dari kelemahan ekonomi." Berdasarkan itu, bisa dikatakan bahwa apabila seseorang mencuri, umpamanya maka tindakannya itu lebih disebabkan oleh tekanan kemiskinan!

Untuk itu kita juga memiliki 35 juta orang yang menyaksikan bawah Syah Iran, si penghianat adalah gembong para perampok. Kondisi kehidupan ekonomi dirinya tidaklah miskin demikian pula halnya dengan status ekonomi dari berbagai pencuri kelas kakap lainnya di seantero sejarah.

Kekeliruan ketiga Marxisme terjadi dalam perkataannya "Yang mencetuskan revolusi adalah gerakan orang-orang miskin dan perlawanan kaum yang kelaparan melawan para pengaruh keuntungan!"

Lagi-lagi kita semua yang menyaksikan fenomena di Iran bahwa revolusi Islam Iran diledakkan demi mewujudkan gagasan serta kemerdekaan dalam melaksanakan hukum-hukum Ilahi, bukan demi roti dan air, juga bukan dikarenakan tinggi rendahnya harga barang-barang! Jika benar bahwa revolusi tersebut merupakan bentuk perlawanan orang-orang miskin (vis a vis segelintir penggeruk keuntungan), tentunya mereka yang pertama kali akan menggelar revolusi adalah para penduduk yang tinggal di daerah Kurdistan, Sistan atau Balujistan.

Namun, api revolusi yang di sulut dari Madrasah Faidhiah dan dipimpin para ulama, dengan mengumandangkan slogan Allahu akbar, justru  terjadi pada hari-hari Asyura (10 Muharram). Dan pergerakan tersebut mencapai puncaknya tak kala hari Arba'in (hari ke-40 dari kesyahidan Imam Husein di medan Karbala, tanggal 28 Safar).

Semua itu merupakan bukti nyata bahwa yang menggerakkan revolusi tak lain dari spirit keyakinan (ideologi) bukannya perut. Revolusi tersebut menggelar tak lain demi menghidupkan undang-undang Ilahi dan mencampakkan undang-undang penguasa zalim.

Revolusi tersebut bukanlah buah dari pergerakan orang-orang miskin. Tentu saja kita tidak mengingkari peran dari tekanan kondisi ekonomi serta keberadaan kaum miskin. Namun faktor manakah yang menjadi lokomotif serta penggerak utama revolusi tersebut? Perut atau ataukah ideologi? Betapa banyak mereka yang hidup serba berkecukupan namun kemudian menyerahkan apa yang mereka miliki demi kemenangan revolusi.

Kekeliruan keempat dari pandangan Marxisme malah lebih menggelikan lagi. Kali ini komentar mereka berkaitan dengan keberadaan Ideologi dan agama mereka menyatakan, "Kaum kapitalis dengan perantaraan salah satu sarana pemberi harapan yang disebut dengan mahzab." Berusaha menenangkan dan membungkam suara orang-orang miskin. 'Bersabarlah, Tuhan menyukai orang-orang yang masuk orang-orang yang sabar. Jika hak kalian dilanggar, tabahkanlah hati kalian.' Atau dikatakan, 'Dunia tidak memiliki nilai, yang utama adalah akhirat.' Atau, 'Janganlah kalian melakukan revolusi tunggulah kedatangan Imam zaman (Mahdi). Beliau sendirilah yang akan membuat perbaikan.' Juga dikatakan, 'Lakukanlah taqiah. Apapun yang kalian saksikan, janganlah bersuara.'

Seruan-seruan semacam itu yang didengungkan kaum kapitalis melalui perantaraan sarana pemberi harapan yang dinamakan dengan ideologi. Pada akhirnya, seruan-seruan tersebut dibenarkan kelas pekerja, yang karenanya mereka (kaum kapitalis) berhasil mencegah dan menghalangi kelas pekerja untuk melakukan perlawanan serta penggugatan terhadap hak-haknya. Perhatikanlah dengan cermat, betapa pernyataan semacam itu amat sulit diterima akal sehat. Pandangan tersebut sungguh amat memalukan.

Alhamdulillah, kita hidup dalam sebuah masa, dimana para pemudanya telah mengalami kemajuan berpikir yang sangat menyenangkan sehingga sanggup menjawab berbagai pandangan Marxisme yang irasional dan primitif semacam itu. Dalam sekejap saja para pemuda muslim akan menunjukkan berbagai bantahan kepada para pendukung Marxisme, diantaranya :

Jika yang menjadi pencipta ideologi atau agama adalah kaum kapitalis, dan itupun ditunjukkan untuk memenangkan kaum miskin, lantas mengapa dalam ideologi atau agama itu sendiri termaktub undang-undang yang justru menggerogoti model kaum kapitalis dan bahkan menyita harta mereka?

Berbagai keuntungan yang diperoleh kaum kapitalisme melalui proses kezaliman, suap, pelambungan harga, pengurangan penjualan, riba, penumpukan kata, penipuan dan sebagainya -dengan kata lain seluruh kekayaan tersebut dihasilkan melalui cara-cara ilegal, akan serta merta disita oleh Islam dan ideologinya. Kalau memang demikian adanya, bisakah dibenarkan bahwasannya kaum kapitalislah yang menciptakan agama dan ideologi ? Mungkinkah mereka menciptakan sesuatu yang justru pada akhirnya akan merampas seluruh harta yang dimilikinya ?

Urainan ini baru ditinjau dari satu sisi. Sementara pada sisi yang lain, berkenaan dengan berbagai peristilahan yang maknanya bisa diselewengkan sendirikan rupa. Padahal, agama sendiri telah memaknai berbagai peristilahan tersebut secara jitu dan benar. Umpama istilah, intidzar (penantian), yang artinya bukan semata-mata diam dan berpangku tangan. Ketika menanti terbitnya matahari, tentunya pada malam hari kita tidak hanya berdiam diri dan tidak menyalahkan pelita atau lampu. Makna dari menanggung musim panas bukan berarti pada saat musim dingin kita tidak mempersatukan berbagai sarana pemanas ruangan.

Benar, dalam menunggu kedatangan Imam Zaman demi mengharap terjadi perbaikan, tidak berarti kemudian kita tidak melakukan aktivitas apapun, berdiam diri. Bahkan tunduk di bawah tekanan kezaliman. Makna dari idiom "dunia tidak memiliki nilai" bukan melepaskan dunia secara total. Akan tetapi maksudnya adalah bahwa eksistensi manusia yang merupakan khalifah Allah dimuka bumi jauh lebih bernilai dari keberadaan itu sendiri. Sehingga, jangan sampai keberadaan dunia menjadi tujuan utama seseorang.

Pendek kata, dalam pandangan Islam, istilah kesabaran, penantian dan kerelaan bukanlah dimaksudkan bahwa kaum miskin harus pasrah dan berdiam diri terhadap berbagai kebijakan para pengeruk keuntungan.

Selain minta harta yang telah dikumpulkan tongkat penista dengan cara yang tidak absah, Islam juga menyeru kepada orang-orang miskin

1. Tidak dibenarkan tunduk merendahkan diri dihadapan para pemilik modal. Barang siapa yang merendahkan dirinya dihadapan seseorang karena hartanya, maka sepertiga dari agama yang telah lenyap.

2. Imam Ridha berkata, "Barangsiapa yang lebih bersemangat dalam memberi salam kepada orang-orang kaya, pada hari kiamat kelak Allah akan murka kepadanya."

3. Memperingatkan manusia agar jangan sampai mengistimewakan seseorang dikarenakan hartanya.

4. Tidak dibenarkan duduk dalam sebuah hidangan yang hanya dihadiri orang-orang kaya.

5. Imam Ridha sendiri senantiasa duduk dan saat bersantap bersama dengan budaknya. Nabi Sulaiman AS dengan berbagai keagungannya, senantiasa hidup bersama dengan orang-orang di sekitar orang miskin. Ali bin Abi Tholib senantiasa duduk beralaskan tanah, dan nabi-nabi kitab pada umumnya menjadi pengembala ternak. Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang menganggur, dan mengutuk seseorang yang membebankan kebutuhan hidupnya kepada orang lain.

Dari cerita-cerita tersebut, kita mengetahui dengan jelas bahwa keberadaan Islam bukanlah hasil rekayasa kaum kapitalis. Islam tidak mendukung kebijakan mereka, bukan penyebab kerusakan serta tidak menganjurkan seseorang untuk berdiam diri. Semua ini merupakan kajian singkat terhadap pandangan Marxisme seputar penyebab munculnya agama dan ideologi. Kesimpulannya, pandangan Marxisme merupakan pandangan yang menyimpang dari kebenaran dan isinya amat menggelikan.

Dari Kayu Tak Berharga Menjadi Aset Yang Bernilai


Meski terlambat hingga 2 kali, terpenting semangat itu hadir dalam diri ini seiring dengan kesempatan yang ada dalam setiap acara. Pertama waktu Mubes Keluarga Besar Alumni SMK N 1 Karimun (KBA SANESKA) dan ke dua Hari Ulang Tahun (HUT) SMK N 1 Karimun. Rasanya sama, tiba di acara setelah dimulai beberapa saat. Untuk selanjutnya, saya berjanji pada diri sendiri semoga akan datang tepat waktu. Semoga saja.

Ku fikir hal itu akan benar terwujud, sebab dalam waktu dekat ini KBA SANESKA akan menyudahi penantian 3 bulan dari tenggat waktu yang diberikan oleh forum. Hematnya, mengakhiri masa paceklik dari menyusun segala administrasi, visi misi, struktur dan job description pasca Mubes perdana yang dihelat pada hari Minggu tanggal 15 July 2018.

Teruntuk teman-teman yang merasa bagian dari Alumni SMK N 1 Karimun, sebagai pengurus dan secara pribadi melalui tulisan ini semoga kalian terpacu untuk hadir dan minimal memiliki tolak angsur dalam berkontribusi mensukseskan acara pelantikan nanti. Syukur alhamdulillah bila ingin memberi materi walau fisik tidak bisa terwakili.

Baiklah, sepertinya prolog ini terlalu panjang untuk seukuran kita yang notabane bukan hobby membaca atau "kutu buku".

Tanpa Kehadiran Murid
Tak ada gading yang tidak retak, begitu la ungkapan yang tepat untuk acara HUT SMK N 1 Karimun barusan. Mengapa ? Karena murid tidak tampak hadir kecuali para penari yang sehabis tampil mengisi bangku kosong dibelakang. Mungkin ada, tampaknya hanya beberapa saja yang bisa dikatakan pengurus OSIS. Syukur ada keterwakilan.

Kemudian, meski suasana tapak tilas lebih ditonjolkan. Kita juga harus menyadari bahwa usia yang kini telah beranjak 17 tahun, dan perayaan ulang tahun semacam ini bukanlah hanya untuk para alumni, bekas kepsek, guru dan TU saja. Melainkan seluruh komponen perlu dilibatkan, salah satunya murid-murid yang kini tengah mengikuti proses belajar mengajar.

Sedikit kecewa mereka tidak bisa ikut bercengkrama bersama para tamu yang hadir, padahal mereka kini menjadi tuan rumahnya. Akan tetapi, kekurangan ini pun bisa dimaklumi. Tidak perlu dipersoalkan, berfikir positif saja. Barangkali waktu yang harus dikejar oleh panitia dan toh, mereka masih punya banyak waktu untuk merayakannya. Beda halnya dengan kami, hanya sekali bahkan tidak pernah -sempat terlintas- untuk mengunjungi sekolah yang banyak sudah jasa yang dinikmati.

Emosional Kembali Terunggah
Supaya tidak dikatakan kacang yang lupa pada kulitnya. Maka akupun pergi untuk menghadiri acara ini yang ku fikir akan banyak alumni yang hadir, apalagi rindu dengan teman-teman yang pernah duduk sebangku dan sekelas.

Tapi, keadaan memaksa ku ingin berkata. "Seperti menunggu ayam jantan bertelur saja", yang tidak mungkin terjadi dalam hidup ini. Begitu pesimisnya aku mengharapkan kehadiran mereka. Mubes yang penuh intrik, intrupsi, argumentasi dan suasana politik wajib dimaklumi. Sebab itu bukan gaya SMK, harus benar seorang organisatoris yang menguasai medan laga. Tapi kali ini, acara ulang tahun bisa dikatakan acara yang sayang untuk dilewatkan. Di sinilah segala potensi rezeki itu tampak hadir atas suksesnya tali silaturahmi yang terjalin.

Ah sudahlah, ada baiknya aku asik solo saja. Sambil mendengar guyonan-guyonan guru yang membuat kami semua bernostalgia.

Lalu, kecewa ini pun akhirnya usai, berganti dengan senyuman dari beberapa teman seangkatan yang memanggil. Itu pun bisa dihitung, dengan kancing baju yang ku kenakan sekarang.

Setelah sampai di penghujung acara, tegur sapa dan salam hormat ku kepada guru tidak terelakkan. Kendati guru yang disalami jumlahnya banyak, tidak mengurangi rasa hormat pada mereka -supaya tidak dibilang kualat.

Tak terasa waktu begitu cepat, banyak sudah guru berganti. Yang lama keluar bertarung mencari posisi baru, yang lama aman dan nyaman dengan tetap berada di zonanya. Sudah 4 tahun lamanya putih abu-abu ke lepaskan dari tempat arena konon berkumpulnya para preman-preman kelas kakap ini.

Konotasi Yang Telah Usang
Sebagai arena bebas tinju, gulat dan kerap kali adegan smack down selalu menghiasi angkernya SMK N 1 Karimun. Sekolah ini harus dibersihkan dari hal ini. Sebab bukan eranya lagi kehebatan sesuatu di ukur melalui persaingan yang tidak sehat pada zaman millenial. Kini zamannya kompetisi dalam hal teknologi dan inovasi. Memamerkan intelektual dalam kancah yang setinggi-tingginya.

Keberhasilan 2 event yang telah dilaksanakan KBA dan para guru SANESKA saya anggap membawa angin segar. Perlahan-lahan jika terus dilanjutkan akan menguburkan konotasi yang telah terlanjur melekat ditelinga masyarakat.

Di samping itu, kondisi yang perlu dirubah dari sisi emosional murid. Prestasi membanggakan juga banyak diraih khususnya dalam kompetesi LKS dan akademik serta non akademik. Berikut beberapa yang bisa dilihat Raih Peringkat 4 di Kontes RobotBoyong Piala Futsal HPM-TBKJuara 2 Lomba Akustik.

Tidak sedikit pula, mereka juga mewakili Kabupaten Karimun hingga Provinsi KEPRI hanya karena memulai belajar dan berprestasi akademik maupun non akademik di SMK N 1 Karimun. Bahkan penulis pun merasakan bagaimana menjadi atlet badminton di O2SN Antar SMK se-Provinsi KEPRI yang diadakan di Tg. Pinang.

Pada akhirnya, kesohoran SMK N 1 Karimun kini telah tersebar ke seluruh penjuru Bumi Berazam sebagai pencetak tenaga kerja yang handal, dan itu modal baik dalam ikut serta membangun bangsa dan daerah pada bidang SDM seperti dicanangkan presiden Jokowi pada skala prioritas kebijakan tahun 2019.

Inspirasi Sang Pendiri
Terakhir, aku pun sepakat dengan Pak Dali, pendiri sekaligus kepala sekolah pertama. Kendati celotehnya banyak mengisahkan luka, pahit dan manisnya membangun SMK ini, dari mencari kayu yang tak berharga menjadi bangunan yang memiliki nilai jualnya.

Kini beliau pun berbangga, karena sekarang segala yang telah dibangunnya menjadi investasi penting bagi generasi mendatang, khususnya menjadi aset vital pemerintah Kabupaten Karimun. Inilah kami para Keluarga Besar SMK N 1 Karimun yang hanya bermula DARI KAYU TAK BERHARGA MENJADI ASET TERNILAI.

Kedudukan Ilmu Lebih Utama Dari Ibadah Bahkan Melebihi Harta

Ketika mencari rezeki, sering kali kita dilupakan dengan ilmu yang berada dalam rezeki tersebut. Sesungguhnya dalam rezeki, dan ibadah sekalipun terdapat beragam ilmu bermanfaat yang sayang dilewatkan tanpa kita disadari akan faedahnya.

Berikut narasi-narasi yang semoga saja membangunkan mood kita supaya lebih giat lagi dalam mengejar ilmu.

1. Ilmu merupakan warisan para Nabi, sedangkan harta itu merupakan warisan dari Qarun, Fir'aun dan Haman.

2. Ilmu akan selalu menjagamu, sedangkan engkau harus menjaga harta milikmu.

3. Jika ilmu diberikan (diajarkan) akan semakin bertambah, sedangkan harta bila diberikan akan semakin berkurang.

4. Orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia (alim, ulama, ahli ilmu, dll) sedangkan orang berharta sering dipanggil bakhil, kikir serta lainnya.

5. Ilmu itu akan memberikan penerangan hati, sedangkan harta akan mengeraskan hati (seperti dapat menimbulkan sifat takabur, kufur nikmat, pamer dll).

Ke lima point di atas menandakan keutamaan ilmu dari harta. Lalu, bagaimana antara ilmu dan ibadah ?
  
Diantara keduanya hendaknya yang pertama harus kita miliki dalam tahapan perjalanan ini adalah Ilmu, yang dilanjutkan dengan mengamalkannya melalui rangkaian Ibadah. Sebab, itu merupakan pokok dan poros dari segala ilmu.

Diagungkannya ilmu dan ibadah adalah karena keduanya merupakan tujuan diciptakannya dunia dan akhirat. Maka, seorang hamba sepatutnya tidak lagi menyibukkan diri kecuali dengan kedua hal tersebut,

Karena mempelajarinya adalah suatu kebaikan untukmu. Mencari ilmu adalah suatu ibadah. Saling mengingatkan akan ilmu adalah tasbih. Membahas suatu ilmu adalah jihad. Mengajarkan ilmu pada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah. Mencurahkan tenaga untuk belajar dari ahlinya adalah suatu qurbah (mendekatkan diri pada Allah).”


Aktivis Berlatar "Lapar Data"



Tampaknya, ke depan pembobolan dan pencurian data publik atau yang dianggap sebagai data publik dari institusi publik/swasta untuk pengungkapan kasus dugaan korupsi dan kejahatan finansial lainnya mungkin akan marak. Pasalnya beragam. Di telaah dari produk hukumnya saja masih setengah telanjang niat ingin melihat isi dalam institusi tersebut. Seharusnya dari betis hingga kepala bisa kita nikmati apa yang telah dikerjakan ASN kita.

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) contohnya. Walau sudah selektif harus di akui masih banyak celah para aktivis untuk menerobos pintu awal dari keterbukaan informasi dan keuangan negara kita ini. Satu diantaranya karena masih banyak badan publik masih terlihat kesulitan dalam menerapkan keterbukaan. Padahal bisa dikatakan modalitasnya cukup. Mulai dari pembentukan Komisi Informasi, pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi, hingga aturan teknis terkait KIP.

Bukan maen-maen untuk membentuk UU ini. Sebab legalitas tersebut berangkat dari kolaborasi antara Indonesia bersama Amerika Serikat dan enam negara lainnya yang tergabung dalam Komite Pengarah Open Government Partnership, merupakan kerjasama global dalam mewujudkan pemerintahan yang lebih terbuka.

Ragam masalah itu pun berlanjut, pertama pembangkangan institusi publik terhadap keputusan pengadilan untuk membuka data yang diminta pemohon. Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, misalnya. Membangkang, tidak menuruti putusan Mahkamah Agung yang memenangkan Forest Watch Indonesia (FWI) untuk mendapatkan data hak guna usaha.
Sumber : Abaikan Putusan MA Kementerian Agraria Belum Buka Data HGU Sawit

FWI merupakan organisasi jaringan pemantau hutan yang memiliki komitmen untuk mewujudkan proses pengelolaan sumberdaya hutan yang adil dan berkelanjutan. FWI yakin bahwa cita-cita ini hanya akan terwujud apabila ada transparansi pada semua data yang terkait dengan sumberdaya hutan. Kalau begitu apa bedanya dengan organisasi, LSM yang memiliki visi yang sama. Yakni terciptanya kondisi birokrasi yang bersih, transparan dan jauh dari KKN.

Sehingga banyak dari pemain-pemain dari kelompok tersebut enggan meninggalkan kebiasaan lama yang dianggap hero, sebab sebagai pahlawan yang telah mengungkap sebuah skandal korupsi ataupun malpraktik. Melebihi hasrat untuk pembenaran atas kesalahan suatu institusi alih-alih mendorong prevalensi orang yang "Lapar Data" dengan bersifat struktural.

Kedua, jika pencuri/pembobol data diperkarakan secara hukum. Maka hakim yang bijak bisa jadi akan membebaskannya karena adanya istilah "yurisprudensi" - keputusan hakim terdahulu terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hakim lainnya dalam memutuskan perkara yang sama.

Alkisah, dulu seorang hakim pernah membebaskan pencuri. Hakim sampai pada pemahaman bahwa lapar dan kelaparan struktural-lah penyebab ia mencuri. Oleh karena itu, selain memvonis bebas, hakim juga mengirim surat ke raja, mengingatkan untuk memastikan tidak ada seorang pin yang lapar dan kelaparan di seluruh negeri.

Kemudian ketiga, masih ingatkah kita dengan perlindungan Julian Paul Assange, pendiri Wikileaks, dan Edwaes Snowden - bekas pegawai CIA ? Mereka mendapat perlindungan dari Pemerintah Ekuador dan Rusia karena telah mencuri dan membocorkan informasi dari National Security Agency. Akibat hal inilah mendorong negara-negara di G-20 mengusulkan untuk dilembagakan para pencuri/pembocor data.

Lalu kata Dedi Haryadi, Ketua Beyond Anti Corruption pada opininya Kami 12 Juli di koran harian Kompas, mengatakan. Jadi, sebenarnya mencuri/membobol data publik atau yang dianggap sebagai data publik untuk kepentingan publik itu cukup aman dan terlindungi.

Menulis Instrumen Perang Modern


Masalah tulis menulis memang gampang gampang sulit.

Kalau lagi on, nulis enak banget. Ngalir, point 'poin juga dapet dan enak dibaca. Tapi ketika down, jangankan selembar. Se alenia saja sulit banget.

Tapi itulah dinamika tulis menulis, dan di situlah tantangan seorang penulis.

Semoga kita semua, terutama kepada semua struktural NU, lembaga, banom NU, serta semua warga NU bisa meningkatkan produktivitas dalam karya tulisnya

Karna di zaman gozwatul Fikri sekarang ini, *salah satu medan perang kita adalah di ujung pena*

Ayo kita tunjukkan NU pada dunia, melalui ujung pena kita. Kita menangkan perang media demi Ahlu Sunnah wal jama'ah kita

#NKRIhargamati

Ulasan ini bisa diliat pada laman Facebook salah satu warga NU KEPRI di link berikut dengan judul asli Medan Peran Kita Ada di Ujung Pena

Ilmu : Gratis Tapi Butuh Perjuangan


Tulisan ini tidak lain hanyalah goresan sore hari untuk mengisi hari ini yang tidak terlalu sibuk.

NB : Tidak perlu melakukan pembenaran dengan segala cara, pada konten ulasan sengaja diatur untuk membahas segal hal yang sifatnya hanya opinion. Bukan tulisan fakta sehingga terurai secara kongkrit.

Baiklah, langsung saja saya ulas sedikit dengan keterbatasan ilmu yang saya miliki. Apa ilmu itu ? KBBI V menjelaskan, pengetahuan suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.

Saya fikir ilmu itu gratis hanya butuh perjuangan sehingga seringkali dikatakan orang ramai ilmu itu mahal.

"Ilmu harus dibagikan jangan disimpan untuk diri sendiri nanti akan hilang," kata Buk Epi, guru SMP Biologi yang aku anggap cantik dan paling pintar. Penuh semangat ketika mengajar, salah satu inspirasi anak-anak sekolah di zaman itu, yang mengenalinya tentu sepakat akan hal ini.

Lalu cerita ini yang masih berjudul sama, berlanjut dikala saya duduk di bangku kuliah. Ada testimoni di sela-sela fasihnya ucapan si dosen ketika mengajar. "Ilmu itu ibarat air dari kran yang mengalir di ember, jika penuh maka air tersebut harus di pindah ke wadah lain jika tidak -ilmu- ingin terbuang." Ujarnya, dosen muda tinggi kalem. Namanya Pak Fauzan, dosen yang aku fikir spesial ketika mengajar dikelas.

Dan pernah mengakui kelas kami adalah kelas yang paling aktif ketika dia masuk mengajar. Bangga dan merasa puas, karena memang begini adanya. Kami terlahir tidak untuk berdiam diri, tapi selalu rajin bertanya apalagi beragumen dengan bahan yang agaknya tergolong asing di telinga.

Seakan sok tahu tapi semuanya mendapatkan efek yang luar biasa, masing-masing memiliki vokal dengan intensitas beragam. Bahkan saya berani katakan, mereka yang pendiam kini telah merangsek ke hiruk pikuk dunia dalam melahap semua topik obrolan. Ya alhamdulillah, ini berkat dari debat yang kami di kelas menganggap positif. Bukan debat kusir.

Kembali ke atas, yang hampir lupa terjamah oleh kita bahwa inti dari tulisan ini bermaksud untuk menyadarkan kita bahwa ilmu yang diraih itu tidak bisa didapatkan begitu saja. Pasti memiliki indikator agar ilmu itu bisa diraih, salah satunya adalah wadah.

Analoginya jika ingin jadi pemain bola, kita mesti memiliki tim sepak bola agar kaki ini sering di asah bersama para pesepak bola handal. Begitu halnya dengan ilmu, jalan keluarnya mesti mencari guru/ulama yang tergabung lebih dari satu orang -pribadi itu sendiri. Bukan mencari sendiri -meski tidak menafikan bahwa itu berhasil atas izin allah dan dia tergolong orang pilihan.

Wadahnya apa ? Boleh jadi jalur ekonomi, politik dan pendidikan, dsb. Misalkan pendidikan, ada sekolah, les privat atau kampus. Kemudian literasi, jika ingin menekuni bidang literasi, ayo bergabung dengan wadah yang baik. Tentunya yang tidak banyak keluar biaya.

Ingat ilmu itu gratis, cara mendapat supaya gratis pun tak sulit-sulit amat. Sekarang ada blogspot dan wordpress yang mudahnya di operasikan jika memang niat. Kalau belum mampu tapi udah niatan, tenang. Banyak tulisan yang muncul jika ketik "Cara Buat Blog", di Oom google.

Lalu berorganisasi pun juga wadah, wadah para calon pemimpin yang merasakan perlunya kalian mengatur dan memimpin sesuatu sesuai konsep/gagasan yang selama ini tertahan oleh rasa malas, kurang percaya diri dan malu untuk maju selangkah lebih baik dari teman.

Salam Literasi

Iman Menentukan Jodoh ; Menukil Kisah Cinta Ali dan Fatimah

Tuhan bukan saja tujuan segala kebenaran, akan tetapi sekaligus juga asal dari segala kebenaran. Sehingga ke benaran mutlak milik Tuhan dan lahirlah penyebutan Allah Maha Benar. Dimana setiap pikiran yang maha benar adalah pada hakikatnya pikiran tentang Tuhan Yang Maha Esa.


Kini, segala kebenarannya masih terdapat keraguan pada kita yang belum mampu memahami risalah-Nya. Salah satunya mengenai pasangan kita masa mendatang yang sering kali disebut "jodoh".

Siapa yang tidak khawatir dengan jodohnya, penulis tentu juga demikian. Bahkan bisa jadi lebih hebat dari pembaca. Sampai semua sepakat, bahwa jodoh adalah pilihan atau takdir adalah pertanyaan yang paling banyak dibahas hingga ke ulu hati.

Sebagai muslim, saya pastikan kita tidak akan sulit jika kita ingin memahami jodoh. Bukan merasa paling mengerti tapi hanya kembali mengingatkan selagi tangan ini masih mampu menari-nari di setiap lembaran hidup ini.

Jika mau, kita akan temukan narasi yang pantas untuk dijadikan acuan hidup. Allah telah membocorkan persoalan tentang jodoh ini kepada kita melalui ayat Al-Qur’an Surat An Nur ayat 26.

Artinya :
Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang, baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Jika melihat dari potongan ayat Al-Qur’an diatas dapat dikatakan bahwa laki-laki yang baik hanya untuk wanita yang baik. Sedangkan laki-laki yang tidak baik juga untuk wanita yang tidak baik. Sungguh merupakan sebuah rahasia yang sebenarnya sudah lama terungkap jika kita mau mengkaji agama kita lebih dalam.

Hemat saya, jodoh merupakan hal telah tertulis di Lauh Mahfudz, namun kita bisa memilih dengan siapakah kita akan nanti berjodoh. Tentunya pengaruh akhlaq dan sikap kita di dunia akan menentukannya.

Mengenai jodoh mari kita liat sejarah perjodohan yang paling indah dalam dunia islam. Yakni cinta Ali dan Fatimah yang luar biasa, terjaga kerahasiaannya dalam sikap, ekspresi, dan kata, hingga akhirnya Allah menyatukan mereka dalam suatu pernikahan. Konon saking rahasianya, setan saja tidak tahu menahu soal cinta di antara mereka. Masya Allah.

Ali terpesona pada Fatimah sejak lama, disebabkan oleh kesantunan, ibadah, kecekatan kerja, dan paras putri kesayangan Rasulullah SAW itu. Ia pernah terpojok dua kali saat Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab melamar Fatimah sementara dirinya belum siap untuk melakukannya.

Namun kesabarannya berbuah manis, lamaran kedua orang sahabat yang tak diragukan lagi kesholehan-nya tersebut ternyata ditolak Rasulullah SAW. Akhirnya Ali memberanikan diri. Dan ternyata lamarannya kepada Fatimah yang hanya bermodal baju besi diterima.

Di sisi lain, Fatimah ternyata telah memendam cintanya kepada Ali sejak lama. Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah kedua menikah, Fatimah berkata kepada Ali: “Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu.

Aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta pada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.” Ali pun bertanya mengapa ia tetap mau menikah dengannya dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya. Sambil tersenyum Fathimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.” Masya Allah

Demikian sejarah perjodohan islam yang patut kita ditiru dan contohi dalam dunia modern ini meski amat sulit untuk melakukannya. Paling tidak dalam soal "iman" berarti percaya kepada-Nya dan "Islam" sebagai sikap menyerahkan diri apa yang ia berikan dengan tak lupa senantiasa mengabdi kepada Allah SWT.

Pernah Rasul berkata saat ditanya sahabat mengenai makhluk Allah yang paling menakjubkan. Bukan Nabi bukan juga sahabat, jawabnya. Karena Nabi tentulah beriman sebab mereka menerima wahyu-Nya dan sahabat menyaksikan mukjizat dan hidup bersama Rasulullah.

Maka jawab Rasulullah yang menggetarkan hati umat islam adalah “Kaum yang hidup sesudah kalian." Maksudnya adalah umat yang lahir setelah para sahabat rasul sudah tidak hidup lagi atau manusia yang hidup pada masa yang akan datang.

“Mereka membenarkan aku, padahal mereka tidak pernah menyaksikan aku. Mereka menemukan tulisan dan beriman. Mereka mengamalkan apa yang ada dalam tulisan itu. Mereka membelaku, seperti kalian membelaku. Alangkah inginnya aku bertemu dengan mereka!”

Meluruskan Niat di Hari Fitrah

Saya beserta keluarga
Terang berganti gelap pertanda malam 1 syawal akan menyapa kita semua. Cahaya rembulan silih berganti menerangi bumi setelah 12 jam lamanya sinar surya menyinari alam semesta. Tidak lama kita bersama menunggu penetapan Hari Kemenangan yang agung oleh Pak Luqman Hakim, Menteri Agama Indonesia. Ini semua berkat ilmu falak yang telah biasa kita ketahui melalui pengamatan yang akurat bersama ahlinya dengan dukungan ilmu tafsir ulama kontemporer.

Di kesunyian ini pula saat malam takbir berubah menjadi malam suntuk. Untung ataukah rekaan mereka ketika piala dunia menemaniku yang enggan keluar melihat pawai takbir demi merayakan kemenangan. Sudah lupakan saja, toh nanti penemuan terpenting akan membuktikan memonopoli islam pada gelaran akbar di kota Putin tersebut.

Ingin diluapkan perasaan selama ini yang mengusik qalbu di atas kasur yang cukup gersang ini. Maklum, jarang sekali aku memperdulikan kasur yang memang bukan kebiasaanku seperti orang Eropa disiplinnya mereka saat bangun pagi.

Kembali soal qalbu, tempat keberadaan dua kutub yang berlawanan. Istilah populernya positif dan negatif. Bercengkrama dalam memperebutkan diri ini antara taqwa dan nafsu. Kini setelah dianalisis dari narasi-narasi baik pada mubaligh medsos ternama. Bahwa untuk beberapa tahun belakangan ku dapati diri ini masih kotor dari gemerlapnya kehidupan dunia. Jauh dari shiratal mustaqim.

Timbul pertanyaan, telah berapa lama diri ini terjebak dalam buaian fana ? Entahlah, sudah berlumuran dosa hingga maksiat kelima panca indera pun banyak ku rasa. Tentu seumur hidup kesadaran ini tidak pernah totalitas terwujud meski terkadang terlintas. Maha baik Allah yang tidak sampai hati melihat dosa hambanya bagaikan luka di depan mata. Maka, nikmat mana lagi yang ingin engkau dustakan ??

Alhamdulillah, sambil menulis aku mengingat beberapa tulisan yang pernah aku baca dan membuat iman ini sedikit lebih baik dari sebelumnya. "Kejarlah akhirat, maka dunia akan mengikutimu. Bukan malah sebaliknya." Kurang lebih seperti itu tulisan yang sering kali berada pada pojok atas dan bawah lembaran buku motivasi islam.

Kemudian, terlepas dari ini semua. Aku berfikir sesuatu yang baru tersadari merupakan petunjuk-Nya yang mesti diikuti, sebab asalnya dari upaya ku terdahulu. Tapi juga muncul pilihan baru, alih-alih ini disebabkan oleh doa-doa orang sekeliling yang menyayangi terlebih orang tua yang merindukan kesholehan anaknya ? Dan atau pula memang takdir dimana kondisi dan situasi yang memungkinkan ini terjadi tanpa sebab akibat.

Tidak ada tempat berpegang selain menunggu hari tibalah saatnya untuk bertaubat. Itulah gambaran pada saat ini.

Sesekali ku berkhayal kemaren itu ialah jebakan batman, maksiat tersebut adalah pelor ampuhnya, rekaannya soal tipu daya, ya siapa lagi kalau bukan musuh abadi manusia. Yang berjanji kepada Tuhan senantiasa setiap masa akan menggangu Adam dan keturunannya hingga hari kiamat. Syaiton, iblis, hantu apapun namanya adalah musuh kita sesungguhnya. Maka tak heran para penceramah khotbah jumat selalu mengingatkan serta mengulang-ulang untuk mengatasi hal tersebut dengan cara menundukkan nafsu lalu mengangkat taqwa manusia itu sendiri.

Agar kelak diri ini dan kita semua bukan bagian dari orang-orang yang merugi dengan kelalaian masa selama di dunia. Karena, walau tak seberapa yang ku pahami ilmu agama namun aku pernah membaca bahwa tanda akhir zaman adalah mereka yang telah jarang di ingatkan akan Dajal dan kemunculannya. 

Sehinggalah cara ini dianggap bagian dari muhasabah klaim ku sendiri, metode introspek diri selama menjalani hidup sebelum dan sesaat ramadhan tiba.

Kini tibalah waktunya, menyiapkan keyakinan -iman- yang tinggi dan besar kepada-Nya melalui dzikir malam. Memperjuangkan ilmu untuk mengkonsepkan kehidupan secara benar mengunakan daya fikir yang jernih, bersih lagi kuat guna memahami risalah-Nya serta memanifestasikan usaha melalui implementasi -amal sholeh- dari dua sumber iman dan ilmu yang telah diraih selama ini agar barokahnya hidup diterima di sisi-Nya.

Luruskan niat yang paling terbaik, niat yang pantas dengan usia kini dalam menyongsong hari yang kebetulan dinantikan oleh umat islam seluruh dunia. Yakni esok, dimana pagi di ufuk timur sang surya akan hadir menyapa di Hari Kemenangan. Untuk kesekian kalinya aku tidak ingin mengulangi kembali, ramadhan yang aku lalui tanpa memiliki visi yang jelas dan harapan besar ku selalu meraih ampunan dan keberkahan dari Allah SWT serta menjadi golongan Rasul-Nya.

Amin. Ya rabbal Alamin.
Mohon maaf lahir dan batin.

Tidak Pernah Mikir Uang


Kita tentu saja dapat banyak belajar dari seorang Gus Dur. Keteguhannya mencintai bangsa ini, membela mereka yang terpinggirkan tentu tak usah diragukan lagi.

Aspek yang sering dilupakan adalah bagaimana kemampuan Gus Dur dalam membaca dan mengkaji beragam perspektif keilmuan. Membaca sebanyak-banyaknya buku yang tentu saja akan membuka kekayaan perspektif dalam memandang persoalan.

Keluwesan berpikirnya didukung oleh tradisi kuatnya membaca beragam buku. Ketika mahasiswa ia tak pernah memikirkan berapa uang yang yang ia miliki. Ia selalu memiliki uang yang cukup.

Apalagi ia sudah menjadi salah satu kolumnis yang karyanya tersebar di berbagi media. Ia juga sudah aktif bekerja untuk kedutaan ataupun lembaga lainnya yang memanfaatkan kemampuan berbahasa arabnya yang sangat bagus.

Seperti yang dikisahkan oleh Barton, yang ada di benak Gus Dur adalah bagaimana ia memiliki uang untuk membeli buku dan menonton film. Lucunya, untuk mengelola keuangan ia serahkan kepada sahabat karibnya, Mahfudz Ridwan, mahasiswa asal Salatiga.

Bahkan uang tersebut kadang digunakan Mahfudz untuk membantu mahasiwa lain yang kekurangan dana. Ia tak pernah memperdulikan uang, baginya yang penting ketika hendak membeli buku uang tersebut harus ada.

Gus Dur juga menunjukan kepada kita betapa ia memiliki pikiran terbuka dan ide-ide besar karena gemarnya ia melahap segala jenis bacaan. Seperti tokoh pendiri bangsa, Gus Dur sangat haus terhadap bahan bacaan.

Catatan menarik diungkap Najwa Shihab dalam tulisannya di Kompas (18/8), Menikam Kolonialisme dan Merdeka dengan Buku.

Pada salah satu bagian ia menulis bahwa para tokoh bangsa merupakan orang-orang dengan pikiran terbuka dengan kepala penuh ide-ide besar yang membaca karya-karya besar dari berbagai belahan dunia.

Sumber : NU Online

Addin Jauharuddin ; Merawat Pergerakan


Sekecil apapun peristiwa apalagi sejarah organisasi, itu harus ditulis. Siapa yang mampu menulis sejarahnya, dia tidak akan lekang dan sirna dimakan zaman, sejarahnya akan terus menjadi warisan berharga bagi generasi berikutnya dan mewarnai kehidupan bangsa.

Sejarah PMII adalah sejarah pergulatan tentang pemikiran keislaman, keindonesiaan dan kemasyarakatan sekaligus sejarah gerakan politik mahasiswa Indonesia

Tema yang penulis suguhkan adalah buah dari renungan dan refleksi mendalam perjalanan PMII selama ini. Bahwa hal terbesar yang dilakukan PMII selama ini adalah belajar merawat secara terus menerus pergerakan dengan berbagai dinamikanya sekaligus merajut berbagai komponen sosial dan kampus untuk memperkuat keindonesiaan kita. Merawat adalah belajar dengan sungguh-sungguh.

Sementara merajut adalah kemampuan memimpin untuk mengkonsolidasikan semua jejaring republik ini, karena kita sadar potensi keragaman bangsa ini sungguh luar biasa. Jika salah kelola akan menjadi bencana.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia {PMII} adalah organisasi kemahasiswaan yang kini berumur 53 Tahun. Umur yang menegaskan bahwa PMII lahir, tumbuh dan berkembang telah menjadi bagian dari sejarah bangsa yang tidak bisa di pisahkan, dan sekaligus telah menjadi anak kandung republik.

Didirikan 13 orang dari latar belakang kampus dan cabang yang berbeda-beda dan saat ini telah memiliki 227cabang dan 25 Pengurus Koordinator Cabang se Indonesia. Lahir dari rahim NU pada tanggal 17 April 1960, telah membuat organisasi ini melekat dengan tradisi ke NU-an dan kebangsaan, hingga pada tanggal 14 Juli 1972 tercetuslah Deklarasi Murnajati yang menegaskan independensi PMII dan merupakan tonggak sejarah baru bagi pergerakan PMII.

Perubahan yang cukup menonjol pasca deklarasi independensi adalah adanya perubahan paradigma dari sekedar konsolidasi ke NU-an ke fase pengembangan dan pendistribusian kader-kader profesional ke berbagai ruang strategis dengan pola pikir lebih terbuka. Rekruitmen kampus juga semakin beragam termasuk sumber daya manusianya.

Hal yang menonjol dalam ruang gerak PMII adalah adanya pergolakan pemikiran yang tak pernah selesai, yaitu pemikiran-pemikiran alternatif baik itu berasal dari pengalaman pergerakan negara-negara lain maupun hasil mendalam kajian internal PMII, sehingga telah membuat PMII menjadi Teks yang terus hidup di perdebatkan bahkan tak jarang di anggap “anak Nakal”.

Keberaniannya yang berusaha mendekonstruksi pemikiran tentang keagamaan telah menjadi rujukan banyak kelompok di indonesia dan mampu menyegarkan kembali pemikiran keagamaan yang ada. Sebelum reformasi bergulir, pergulatan kader-kader PMII banyak tersebar di ranah pemikiran alternatif melalui jejaring kelompok studi, akademisi, LSM, juga kelompok gerakan yang intens melakukan advokasi rakyat dan mengobarkan aksi-aksi perlawanan. Kini reformasi telah bergulir, tentu paradigmanya pun berubah, kini tantangan kita terbesar adalah menyiapkan sumber daya unggulan untuk menguasai the leading sector.

Salah satu yang membuat PMII tetap bertahan hingga kini adalah karena adanya seperangkat nilai dan gagasan yang telah terbentuk dan terpatri sejak lama. PMII di bentuk dengan landasan keislaman dan kebangsaan yang keduanya tidak bisa dipisahkan atau disebut dengan Islam Ahlussunnah wal Jama’ah {ASWAJA}. Selain itu adalah Nilai Dasar Pergerakan {NDP} yang menekankan aspek ketuhanan {Hablumminallah}, kemanusiaan {Hablummimannas} dan kelestarian alam semesta {hablumminal’alam}, dan secara praksis di topang oleh paradigma pergerakan yang menekankan cara pandang kritis, konstruktif dan visioner. Dengan adanya landasan pembentuk PMII, lalu seperti apakah cita-cita ideal pergerakan? Cita-cita idelal pergerakan adalah mencetak kader-kader ulul albab' dan terlibat dalam visi besar bangsa ini.

Selain nilai yang melandasi PMII, dapat dilihat juga citra diri PMII melalui ketiga format profil yang selama ini menjadi karakter dan wajah organisasi ; Pertama, Dzikir, Pikir dan Amal Shaleh. Kedua, Taqwa, Intelektualitas dan Profesionalitas dan Ketiga, Kejujuran, Kebenaran dan keadilan. Jika kita melihat dari ketiga format profil PMII, maka akan terlihat bahwa ruang gerak dan pemikiran PMII tidak bisa dilepaskan dari aspek ilahiyyah {ketuhanan}, dimana islam menjadi agama, inspirasi dan pandangan hidup yang kemudian menjadi landasan teologis pergerakan.

Pengetahuan menjadi sumber gerak kedua PMII yang notabene basis utamanya adalah kampus. Antara agama, dan pengetahuan tentunya harus dibarengi dengan amal sholeh yang memegang teguh prinsip kejujuran, kebenaran dan keadilan. Kader PMII lahir dan berkembang mempunyai beban sejarah untuk menjadi kader paripurna {Ulul Albab} ; sebagai penjaga dan pengamal agama, mencetak kader dan pemimpin yang selaras antara kata dan perbuatan dan menyiapkan kader yang mempunyai kompetensi dan daya saing selaras dengan perkembangan zaman.

Kini setelah usia PMII ke 53 tahun banyak hal yang harus di revitalisasi, redefinisi, reaktualisasi dan reposisi. Keterlibatan PMII dalam berbagai gerakan pemikiran dan aksi-aksi kebangsaan baik itu sendiri maupun dilakukan bersama kelompok Cipayung, merupakan penegasan akan kontribusi organisasi terhadap pembangunan nasional.

Di luar itu, PMII menata kembali format gerakannya dalam tiga hal ; pertama, format gerakan pengembangan kampus dan mahasiswa. Munculnya masalah-masalah yang muncul di kampus harus direspon dengan cepat, diantaranya ; massifnya hedonisme, tumbuh suburnya radikalisme agama, turunnya peningkatan prestasi akademik dan minimnya alternatif gagasan dan pemikiran. kedua, format gerakan keagamaan yang menjadi spirit dasar PMII.

Masalah yang muncul ; maraknya radikalisme dan konflik kekerasan atas nama agama, ketiga, format gerakan kebangsaan, dengan munculnya ; hilangnya integritas, moralitas dan minimnya kapasitas para pemimpin bangsa, mencuatnya kasus-kasus korupsi, banyaknya konstitusi dan produk turunannya yang sangat liberal membuat bangsa ini tersandera dan tergadai secara sistem, lunturnya ideologi bangsa dan bahasa nasional serta pembangunan yang belum merata dan terintegrasi dengan baik. Tentu ketiganya membutuhkan respon cepat dari PMII bersama gerakan mahasiswa lainnya

Dalam rangka menjawab persoalan diatas tadi, ada beberapa hal telah dan sedang dilakukan oleh PB PMII; pertama, Meningkatkan kapasitas pendidikan para kader dan pengembangan potensi akademik, kedua, memeratakan kegiatan dakwah di kampus-kampus serta memperbanyak dialog lintas agama, ketiga, merespon setiap isu strategis nasional dan lokal serta keempat, terlibat dalam penyelesaian masalah regional ASEAN dengan akan dilaksanakannya pertemuan ASEAN YOUTH ASSEMBLY pada media Juni mendatang.

Sebagai catatan penutup, bahwa PMII lahir dan berkembang bukan sebagai organisasi di persimpangan jalan, yang kebingungan dengan sikap kiri dan kanan. Tetapi PMII lahir dengan identitas yang jelas, sebagai jangkar perubahan sosial bagi masa depan bangsa. Perubahan adalah nyata dan akan terjadi pada setiap waktu. Oleh karena itu ditengah perubahan performa berbagai macam organisasi, dari mulai organisasi negara, sampai dunia usaha, maka PMII pun perlu berbenah diri dengan melakukan restrukturisasi, redefinisi nilai dan reaktualisasi strategi pengembangan PMII.

Keberadaannya bersama organisasi Kemahasiswaan lainnya sangat dibutuhkan bagi bangsa ini sebagai penguat idelogi bangsa di tengah gempuran berbagai idelogi asing, sekaligus mengoreksi negara. Keberadaanya memberikan manfaat bagi pemberdayaan masyarakat, dan jalan lurus bernegara.

(Sumber: Okezoon.Com, 18 April 2013)
Tulisan Addin Jauharuddin, Ketua Umun PB PMII 2011-2013 dengan judul asli 57 Tahun PMII ; Merawat Pergerakan, Memperkokoh Republik

Membaca Dinamika Perubahan Nasional


Sejak 1998 Indonesia mengalami satu perubahan besar. Perubahan ini menyangkut sejumlah hal : reformasi kelembagaan, reformasi ekonomi, dan transformasi masyarakat secara luas.

Pertama, reformasi kelembagaan di tingkat Negara yang berhasil menggusur pemerintahan yang otoritarian dan sentralistik ke bentuk pemerintahan yang mencerminkan hubungan pusat dan daerah yang bersifat desentralistik dan memberi ruang bagi otonomi daerah yang lebih luas. Bersamaan dengan itu pula tumbuh lembaga-lembaga baru yang berfungsi melakukan pengawasan kekuasaan, seperti Komnas HAM, Komisi Yudisial, Komisi Kejaksaan, Komisi Kepolisian Negara, Komisi Pemberantasan Korupsi, Komisi Penyiaran Indonesia, dan lain-lainnya.

Lembaga-lembaga baru ini menjalankan fungsi-fungsi yang spesifik, namun secara umum ditujukan untuk merespon tuntutan masyarakat akan kebebasan (berpendapat, berkumpul dan berserikat), demokratisasi, dan pengelolaan sistem pemerintah yang dilandasi oleh prinsip-prinsip good governance seperti transparansi, akuntabilitas dan rule of law. Perubahan ini juga mencakup kebebasan pers yang memungkinkan tumbuhnya banyak media massa cetak maupun elektronik (online) yang membawa konsekuensi-konsekuensi besar baik negatif maupun positif.

Kedua, reformasi ekonomi. Krisis moneter 1997-1998 yang menyebabkan kebangkrutan ekonomi yang luar biasa, membuat pemerintah RI terjerat utang yang menumpuk dan terpaksa patuh pada lembaga-lembaga donor dan lembaga keuangan internasional untuk melakukan reformasi kebijakan ekonomi. Akibatnya, sejumlah perundang-undangan yang direkayasa dan disusun dibawah tekanan lembaga￾lembaga donor itu mendorong pemerintah untuk meliberalisasi perdagangan dan privatisasi pengelolaan sumberdaya ekonomi di sektor-sektor strategis seperti Migas, Minerba, dan lainnya. Dalam hal ini kita kalah dalam "strategi" : lewat aturan perundang-undangan, dan SDM kalah.

Berbeda dengan strategi Cina yang menyekolahkan dulu SDM dipersiapkan untuk mengelola SDA sendiri. Terjerat pinjaman utang yang bukannya tanpa syarat itu, pemerintah RI berhasil didikte untuk mengubah “space of law”, seperti UU Migas, UU Minerba,dan lain-lain yang pada akhirnya membuka “space of place” (ruang wilayah) seperti megaproyek MP3EI dan eksploitasi sumber-sumber daya alam strategis yang dimiliki rakyat.

Oleh karena itu, meskipun negara ini mampu keluar dari krisis, semua "kemajuan” diukur dari pertumbuhan ekonomi rata-rata 6%) harus dibayar dengan hilangnya aset-aset strategis negara, melemahnya kemandirian pengelolaan sumberdaya alam, dan pertumbuhan ekonomi yang tak menyentuh sektor-sektor ekonomi riil masyarakat. Reformasi ekonomi harus diakui cenderung dinikmati oleh sekelompok elit belaka, baik elit lama maupun elit baru yang berhasil merapat atau memeroleh sokongan dan membentuk oligarki politik-ekonomi baru.

Gejala perubahan besar yang ketiga adalah transformasi kemasyarakatan dan kebudayaan yang begitu cepat dan bisa dianggap "liar” yang entah itu berkaitan langsung ataukah tidak langsung secara
struktural dan institusional dengan dua perubahan besar di atas.

Di ranah ini, sikap pragmatis, hedonis dan konsumeri menjadi gaya hidup utama kehidupan sehari-hari. Arus globalisasi yang diterima tanpa filter (sebagai alat/sarana sekaligus nilai) telah mengkooptasi kesadaran sosial yang membuat selera pasar bukan hanya menjadi penanda status sosial seseorang, tetapi menjadi tempat perburuan kenikmatan yang tanpa ujung, tanpa jeda, dan tanpa mempertanyakan cara apapun bisa ditempuh (termasuk suap dan korupsi).

Praktek menghalalkan segala cara (budaya instan) bukan hanya dikatalisasi oleh globalisasi produk-produk budaya, nilai dan gaya hidup, tetapi juga kesempatan yang tersedia dan kebutuhan akan identitas atau prestise pada masyarakat transisi yang salah satunya ditandai oleh mobilitas vertikal yang sangat cepat.

Mobilitas mendadak ini melahirkan culture shock yang menggunakan semangat “aji mumpung” untuk meraih dambaan material sebesar-besarnya sebagai pelampiasan dendam kemiskinan masa lalu. Sementara bagi mereka yang sudah mapan membutuhkan sabuk pengaman (safety belt) untuk melestarikan kenyamanan baik setelah mereka pensiun maupun untuk kelangsungan anak cucu.

Transformasi kebudayaan ini mencakup sikap-sikap materialisme dimana kekayaan material menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan. Simbol-simbol material dan prestise yang bersifat artifisial dikejar lewat jalan pintas dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji, termasuk merampas ruang publik (media, pendidikan) dan mencuri hak-hak publik (korupsi pajak, perampasan tanah, dan sumber daya alam).

Tanpa suatu counter-culture yang memadai, konsumsi budaya material semacam ini ikut menjerat masyarakat dan kita ke dalam budaya pasar dan mendorong masuk ke dalam suatu prilaku anarkis baik secara sosial, politik maupun ekonomi. Di tengah situasi masyarakat yang prihatin, konsumerisme dan hasrat mengejar prestise yang artifisial semacam itu adalah pertunjukan kekuasaan atau sejenis ketamakan yang diam-diam dipamerkan. Di lain tempat atau di ruang politik, korupsi dan money￾politics dalam proses-proses pemilu adalah sejenis penghinaan terhadap rakyat.

Dalam situasi yang akumulatif seperti ini kita menemukan ironisme. Demokrasi memang berkembang secara prosedural, tapi nilai￾nilai dan kearifan lokal masyarakat justeru merosot. Pemilu digelar secara rutin dan agen-agen politisi baru menempati lembaga-lembaga penentu kebijakan. Tapi justru di situlah agen-agen mediokratik ini menikmati hak-hak demokrasi tanpa memproduksi nilai-nilai kepublikan. Elit politik dengan mudah mengisi ruang demokrasi itu dengan persengkongkolan bisnis-politik untuk kepetingan menjarah negara baik sumber-sumber ekonominya maupun nilai-nilai dasar kepublikan politiknya.

Oleh karenanya bisa dikatakan bahwa setelah lebih dari satu dekade umur reformasi Indonesia belum benar-benar keluar dari krisis. Demokrasi menjadi kemerosotan nilai, kebebasan bergeser menjadi anarki.

Gejala-gejala krisis ini paling tidak mengambil bentuk hal-hal berikut ini:

  • Gejala 1: Korupsi dan suap menjadi praktek sosial
  • Gejala 2: Produk Perundang-undangan yang merugikan rakyat
  • Gejala 3: Merosotnya kebajikan bersama (common good) dan kesukarelaan
  • Gejala 4: Intoleransi dan Kekerasan
  • Gejala 5: Media Massa sebagai alat propaganda ekonomi, politik dan budaya
  • Gejala 6: Ekstrimisme agama



Sumber : Buku Panduan Kaderisasi Nasional

Perspektif Kepimpinan Dalam Organisasi


Setiap oganisasi memiliki kebutuhan gaya kepemimpinannya sendiri. Tidak bisa disamaratakan begitu saja. Lebih populernya "Setiap Masa Ada Orangnya, Setiap Orang Ada Masanya". Mengisyaratkan kita memanfaatkan waktu sebaik-baiknya untuk melakukan aktifitas yang berkualitas dan produktivitas

Kesalahan dalam menerapkan prinsip-prinsip kepemimpinan dalam organisasi akan beresiko. Organisasi tidak berjalan efisien atau bahkan tujuan tidak tercapai. Kepemimpinan memiliki prinsip umum, namun figur pemimpin ideal perlu dipandang menjadi lebih kontekstual sesuai dengan lingkungan dimana dia berada.

Kepemimpinan yang ideal diharapkan mampu memuaskan anggota dan publik. Kini, pada aspek keorganisasian telah banyak di beberapa forum, seminar, dan diskusi yang berkembang mengupas secara tajam arti kepemimpinan dalam organisasi. Hanya saja memang, menjadi perhatian luas terfokus kepemimpinan masih pada pemimpin ranah politik.

Akibatnya pemimpin ada kecenderungan digambarkan orang yang lihai berorasi, berpidato, bercitra di atas panggung. Padahal kita mungkin bukan hidup di lingkungan politik saja.

Ada kalanya kita mencontohi gaya Rasullullah SAW dalam memimpin umatnya. Hanya sedikit yang ingin paparkannya disini. Yaitu, kelihaian beliau ketika sukses menjadi seorang pengembala kambing.

Hikmahnya, Rasulullullah mudah mengatur manusia kelak saat menjadi seorang nabi. Dan perlu diketahui pula, hampir semua rasul/nabi melakukan hal yang sama menjadi pengembala domba/kambing.

Sejalan dengan konsep Rasulullullah. Bapak Pendidikan Indonesia juga memberikan sebuah ajaran yang sangat masyur dalam dunia pendidikan nusantara. Yakni Tut Wuri Handayani, merupakan salah satu dari tiga prinsip filosofi kepemimpinan yang di ajarkan oleh Ki Hajar Dewantara.

Semboyannya tersebut dituliskan dalam bahasa Jawa yang aslinya "Ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani."

Sejak diresmikan dalam Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, 6 September 2017, No 0398/M/1977 dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2013.

Pencantuman semboyan ini merupakan penghargaan dan penghormatan terhadap Bapak Pendidikan, Ki Hajar Dewantara dalam upaya melaksanakan sistem pendidikan indonesia.

Sungguh konsep lokal yang memiliki perspektif global. Tokoh dunia sekaliber Nelson Mandela saja, seakan mengadopsi filsafat Ki Hajar Dewantara. Dalam otobiografinya, ia mengungkapkan :

“It is better to lead from behind and to put others in front, especially when you celebrate victory when nice things occur. You take the front line when there is danger. Then people will appreciate your leadership.”

Memang pada akhirnya, para pemimpin yang berada di barisan belakang harus bisa menerima konsekuensi bahwa dirinya bisa tidak mendapatkan kredit apa-apa dari capaian tersebut. Pemimpin di belakang punya resiko tidak terlihat eksistensinya.

Melihat peta politik indonesia saat ini yang berdasarkan study empiris terhadap organisasi yang telah saya lalui belakangan ini. Bahwa pemimpin bukan hanya selalu ada di depan, namun di semua sisi termasuk memimpin dari sisi paling belakang.

Di situasi politik bangsa menuju Pilpres 2019, hadir beragam serangan dengan formasinya yang unik bin ajaib. Di dukung teknologi yang mempuni membuat pertarungan menjadi hangat dan penuh hiruk pikuk.

Lalu, muncul pertanyaan untuk para organisatoris yang kelak akan menjadi politikus. Sanggupkah kita menjadi orang seperti itu yang kita sebut negarawan ?

Masih adakah pemimpin bangsa yang rela berada di belakang dengan tetap memiliki komitmen teguh memajukan bangsa tanpa berambisi menonjolkan ego diri selalu ingin di depan/berkuasa?